oleh

Tradisi Menanam Padi di Ladang Nyaris Terkikis Undang-undang

MUBA, JURNAL SUMATRA – Berat sama dipikul ringan sama dijinjing. Peribahasa lawas itu, menggambarkan kekompakan masyarakat tani saat menanam padi secara bergotong-royong atau disebut tradisi menugal padi di ladang.

Seperti dilakukan warga Desa Kertajaya Kecamatan Sungai Keruh, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) saat digelarnya kegiatan menugal padi di ladang milik Alamsyah (61) warga setempat pada, Minggu (13/10/2024) pagi.

Dalam tradisi menugal tersebut puluhan warga yang terdiri dari bapak-bapak, ibu ibu dan anak remaja menyempatkan diri untuk membantu secara sukarela, bahkan dibawah pancaran mata hari pagi, warga tampak begitu bersemangat disertai canda gurau melaksanakan tradisi menugal. Hal ini menandakan kalau tradisi peninggalan nenek moyang itu masih melekat dikalangan masyarakat petani.

Sebagaimana diketahui diera tahun 1990an kebawah, masyarakat petani ladang khususnya di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), dapat dengan mudah untuk membuka lahan pertanian. Se-usai ditebas tebang dan limbah kayu di bakar, kemudian lahan yang mereka buka satu sampai dua hektar itu ditanami dengan padi serta berbagai tanaman semusim lainnya sekitar satu sampai dua tahun berturut-turut di lahan yang sama, sehingga hasil pertanian kala itu melimpah.

Hanya saja, sejak diterapkannya Undang-undang perkebunan tentang larangan membuka lahan pertanian dengan cara membakar, kehidupan masyarakat petani ladang, berubah menjadi terombang-ambing, bahkan secara perlahan-lahan tradisi menanam padi di ladang nyaris terkikis oleh undang-undang.

“Sekarang ini untuk membuka lahan pertanian sulit, rumit dan mahal, berbeda dengan zaman dahulu. Karena sekarang ini limbah kayunya tidak boleh dibakar. Sehingga kami petani membutuhkan biaya besar untuk membersihkan limbah kayu bekas ditebas-tebang itu,” ujar Alamsyah pemilik ladang saat dibincangi JURNAL SUMATRA 

Alamsyah juga mengungkapkan, ladangnya dapat dengan mudah ditanami padi jagung dan sayur-mayur, dikarenakan lahannya berada dipinggir jalan poros.

“Ladang saya ini kebetulan berada dipinggir jalan poros, jadi limbah kayu bekas ditebas tebang itu bisa dijual, seandainya jauh dari jalan poros mana bisa ditanami padi, karena sulit untuk membersihkannya,” jelas Alamsyah.

Berdasarkan pantauan wartawan JURNAL SUMATRA, ke berbagai wilayah. Sejak diterapkannya larangan membakar lahan pertanian, para petani ladang yang lahan nya jauh dari jangkauan rata-rata tidak bisa memanfaatkan lahan mereka untuk menanam padi jagung dan lain sebagainya. Karena sulit dan mahalnya biaya pembukaan, para petani biasanya hanya menanam pohon kelapa sawit di sela-sela limbah kayu.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed