BANYUASIN, JURNAL SUMATRA – Membawa visi Banyuasin Maju Bersama, Kondusif, Integratif, Lestari, Adil, Unggul (Berkilau), dengan 4 Misi dan 10 program prioritas. Dalam Debat Publik Calon Bupati Banyuasin tahun 2024 digelar KPUD Banyuasin, Calon Bupati Pakde Slamet dinilai telah menunjukan kedewasaan berpolitik.
Dimana hal itu terbukti dari apa yang dilakukan Pakde Slamet, dengan tidak memanfaatkan sesi tanya jawab antar Paslon seperti apa yang dilakukan rivalnya, karena Pakde Slamet memiliki alasan tersendiri yang tidak ingin membuat perpecahan, dengan cara mantan Bupati mendebat mantan wakilnya atau sebaliknya.
Hal itu seperti disampaikan Calon Bupati Banyuasin Pakde Slamet pada sesi tanya jawab antar Paslon mengatakan, sebetulnya dirinya tidak ingin bertanya apa-apa, karena dulu dirinya dan rivalnya tersebut membangun Banyuasin itu bersama-sama.
“Jadi plus minus dan suka dukanya kita harus merasakan, saya dan pak Askolani ini adalah saudara jadi kalau pertanyaan demi pertanyaan saling lemparkan itu tidak ada gunanya menurut saya. Apakah harus mantan Bupati mendebat wakilnya, atau mantan Wakil Bupati harus mendebat mantan Bupatinya,” ucap Pakde.
Jadi itu tidak perlu baginya karena hal tersebut dapat menimbulkan sebuah permusuhan, karena pihaknya tidak memiliki musuh dan tidak ingin punya musuh, oleh karena itu dirinya tidak ingin melepas pertanyaan kembali.
Sementara itu, Efriadi Efendi kepada JURNAL SUMATRA mengungkapkan, Setelah menyaksikan debat Calon Bupati Banyuasin, ada hal unik yang dilakukan Calon Bupati Banyuasin nomor urut 02 Pakde Slamet, dengan tidak memanfaatkan sesi tanya jawab antar Paslon seperti yang dilakukan pesaingnya.
“Kenapa hal itu tidak dimanfaatkan Pakde Slamet, karena dia meyakini pakde Slamet memiliki alasan kuat yang tidak ingin membuat perpecahan dimasyarakat Banyuasin. Padahal kita sama-sama mengetahui bahwa Pakde Slamet ini, dulunya adalah Wakil Bupati pak Askolani,” terang Efriadi, Jum’at (11/10/2024).
“Jadi pada masanya menjabat sebagai Wakil Bupati Banyuasin, bahkan sering kita dengar sendiri pakde Slamet dalam pidatonya saat kampanye, dulu saat menjabat pakde ini mengungkapkan dia memiliki kaki, badan tapi tanpa kepala. Artinya dirinya tidak memiliki kuasa menentukan kebijakan,” ungkapnya.
Lanjut Efriadi, karena memang benar seingatnya pada saat itu pembagian tugas Bupati dan Wakil Bupati, dengan sistem 60-40 persen tidak berjalan sebagaimana mestinya. Artinya kalau sampai hal itu dibuka dan apa saja yang diketahui Pakde, sudah pasti akan timbul permusuhan dan ini merupakan sikap dewasa dalam berpolitik yang ditunjukan oleh sosok Pakde Slamet.
Komentar