Muba, jurnalsumatra.com – Di-era moderenisasi sekarang ini masyarakat khusus nya di Kabupaten Musi Banyuasi (Muba) rata-rata mendatang hiburan berupa, group musik dan Organ tunggal sebagai hiburan dalam resepsi pernikahan/khitanan anaknya. Dari pantauan, meski biaya (sewa) group Musik dan organ Tunggal terbilang mahal, namun pemilik hajatan tetap berupaya demi kemeriahan pesta pernikahan anak nya, lagi pula, niat untuk memeriahkan resepsi pernikahan/khitanan anaknya dengan mendatangkan group musik/organ tunggal sudah tertanam pada pada masyarakat masing- masing sejak anak mereka masih kecil.
Hanya saja, sejak diterapkannya Perda Nomor 2 Tahun 2018 tentang larangan pesta malam, oleh Pemerintah Kabupaten Muba ditahun belakangan tadi, hal ini menjadi keluhan bagi masyarakat penyelenggara hajatan, karena diduga ada nilai kerugiannya. Misalkan dalam resepsi pernikahan Delvia Tere Wirda binti Eko Wijaya dengan pasangan nya Dadang Catur Wijayanto yang Bertempat di dusun III desa Rimba Ukur (C5) Kecamatan Sekayu, Ahad (8/1/2023).
Resepsi pernikahan kedua mempelai tersebut berlangsung meriah, karena pihak penyelenggara hajatan mendatangkan group F2 Mini Musik dari kota Palembang dengan biaya (sewa) cukup pantastis. “Kalau dirincikan kami penyelenggara hajatan ini rugi. Sewa musik puluhan juta, musiknya bermain hanya beberapa jam saja, karena banyak diselingi acara inti.” Ujar Dosis Habibi keluarga dari mempelai perempuan.
Dosis berharap kepada Pemkab Muba untuk dapat merevisi Perda Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Pesta Rakyat yang diterapkan saat ini. “kita berharap Pemkab Muba dapat merevisi Perda tentang larangan pesta malam itu. Sebab dengan diterapkan nya perda tersebut nilai kerugian tidak hanya itu, tradisi lelang bir ayam dan salaman pengantin yang selama ini dapat membantu kami penyelenggara hajatan sekarang hilang, tak hanya itu, kesempatan warga untuk mencari rejeki, seperti berjualan makanan, buka lahan parkir juga hilang.” Ungkapnya.
Terpisah, Kurnaidi selaku pengusaha hiburan mengaku, kalau perda larangan pesta malam itu juga berdampak bagi pengusaha hiburan. “Menurut aku, pesta malam itu adalah tradisi masyarakat muba yang jauh sebelum diterapkannya perda larangan pesta malam, yang jelas dengan adanya perda tersebut peminat penyelenggara untuk menyewa group musik/organ tunggal jadi berkurang.”Ujar Kurnaidi melalui pesan Watshappya.
Kurnaidi juga menilai dengan ada nya peraturan, masyarakat penyelenggara hajatan hanya diperbolehkan untuk berpesta disiang hari, justru dapat merusak generasi. “kalau pestanya malam, para generasi terutama anak dibawah umur tidak bisa dengan bebas untuk mengikutinya, karena ada aturan dari panitia. Misalkan, para pengunjung diharuskan membeli meja yang sudah diatur. Mau nyanyi dan berjoget para pengunjung harus mengikuti lelang bir ayam dan salaman pengantin.
Komentar