Muba, jurnalsumatra.com – Membuka lahan pertanian dengan cara tidak membakar dinilai menjadi kendala besar bagi para petani, khusunya di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba). Dikarenakan selain tanah nya dianggap kurang subur, proses penanaman pun sulit untuk dilakukan.
Dari pantauan, sejak diterapkan nya undang- undang perkebunan tentang larangan membakar hutan dan lahan, masyarakat tani yang kurang mampu hanya bisa menanam pohon karet atau kelapa sawit di sela-sela limbah kayu yang bekas ditebas tebang saat pembukaan lahan.
Sementara, tanaman palawija jenis padi, jagung,ubi dan lain sebagainya yang konon menjadi andalan bagi para petani hampir terkikis oleh Undang-Undang. Tidak hanya itu, kebun karet masyarakat saat ini sudah banyak yang tua alias tinggal kerangka, karena sulit untuk diremajakan.
Oleh sebab itu, melihat rakyat nya kesulitan membuka lahan pertanian, ditahun 2021 lalu, Pemerintah Kabupaten Musi Banyausin (Muba) dengan dipimpin langsung oleh Sekda Muba Drs H Apriyadi Msi, segera menyusun draft Peraturan Bupati (Perbup) tentang kearifan lokal.
Sebagaimana diketahui rencana penyusunan Perbup tentang pembukaan lahan dengan cara membakar tersebut, tetap mengacu pada aturan aturan yang ada. Hanya saja, sejauh ini rencana penyusunan Perbup tentang kearifan lokal tersebut belum ada kejelasan. “Masyarakat tani sekarang ini hanya bisa menanam pohon sawit/karet disela-sela limba kayu bekas penebangan atau didalam semak berlukar, untuk tanaman lainnya, terkikis oleh undang undang.
Sekarang ini, warga tani terkuras masalah ekonomi. Kalau duluh petani ladang bisa menanam padi, sayur mayur, pisang, ubi dan lain sebagainya. Jadi minimal tidak membeli beras dan sayur mayur itu paling kecil setengah tahun. Tapi sekarang warga tani hanya mengandalkan tanaman kelapa sawit atau karet dari lahan mereka. Jelas perekonomian masyarakat desa dengan penghasilan renda tambah kesulitan apalagi di tambah kebutuhan anak sekolah dan lain sebagainya.”Demikian dikatakan salah satu tokoh masyarakat Kecamatan Keluang, Suganda Jasa SH saat dibincangi wartawan Jurnal Sumatra.com belum lama ini.
Suganda juga mengaku, larangan membakar lahan pertanian tidak sepaham dengannya. “Jadi larangan pembakaran kurang sepaham, karena tindaklanjut pemerintah sejauh ini tidak ada jalan keluarnya. Kalau tidak boleh membakar harus pemerintah ada solusinya datang kan alat berat gusur saja, karena dampaknya tidak perofesinal merugikan orang banyak.
Saya setuju jika dibuatkan Perbup tentang kearifan lokal. Pemerintah daerah memang harus punya kebijakan untuk rakyat nya sendiri.”Harap Suganda. Senada dikatakan, Sutisna SP salah-satu tokoh masyarakat Kecamatan Sekayu yang semasa dinasnya berhubungan langsung dengan masyarakat tani.
Komentar