oleh

Capaian Akademik Indri  Nyaris Sempurna

Yogyakarta, jurnalsumatra.com – Namanya Anisa Suratni Indriyati. Akrab disapa Indri.  Mahasiswa program studi (prodi) Pendidikan Bahasa Jepang Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini berhasil meraih predikat wisudawan terbaik periode IV tahun 2021/2022.

Berangkat dari masa kecil yang acapkali dikucilkan dan diremehkan karena memiliki perbedaan latar belakang agama di keluarganya, menyelesaikan studi di UMY bukan saja menyoal capaian akademiknya yang nyaris sempurna. Namun, capaian — juga tantangan tersendiri — dalam menempuh studi di salah satu institusi berlabel Islam.

Awalnya, diminta orangtuanya masuk jurusan ekonomi dan bisnis di universitas negeri. Ternyata, daftar SNMPTN tidak lolos. SBMPTN sampai mandiri juga tidak lolos. Sampai akhirnya dikenalkan dengan UMY yang notabene sekolah berbasis Islam. “Tentu, ini menjadi tantangan berat bagi saya yang takut jika ditimpali materi keagamaan,” kata Indri, Selasa (21/6/2022).

Dulu, waktu SD, Indri pernah mendapatkan diskriminasi agama dari gurunya. “Dan sangat menyakitkan,” jelas Indri. Perempuan asal Kebumen, Jawa Tengah, juga menceritakan diskriminasi agama yang pernah dialaminya. “Pasalnya, sikap diskriminatif dapat membuat seseorang membatasi hak-hak orang lain,” tandasnya.

Semasa duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), ia sempat menerima perlakuan tersebut tiap kali menghadapi mata pelajaran agama. Karena ragam agama yang dimiliki keluarganya. “Memang, kemampuan agama saya tidak sempurna, tapi ini sangat terlihat bagaimana seorang guru memberikan nilai pada saya,” katanya.

Padahal, teman-temannya juga banyak yang kemampuannya seperti dia. Tapi nilai mereka selalu aman. “Hanya karena orang tua saya memiliki keyakinan yang tidak sama dengan saya,” ungkap Indri dengan sedikit kesal. Hal serupa bahkan dirasakan lebih dulu oleh keempat kakak kandungnya, yang juga duduk di sekolah yang sama. Pengalaman diskriminasi agama yang pernah dialaminya itu membuat dia berpikir kembali, apakah universitas pilihannya menjadi pilihan tepat yang nyaman?

Ia khawatir kemampuan keagamaan miliknya tidak dapat menyeimbangi label UMY yang notabene sebagai perguruan tinggi Islam. “Duh masuk UMY, yang lain pasti sudah pinter ngaji sedangkan saya bisa baca huruf Arab sudah bersyukur. Jadi khawatir masuk UMY karena perguruan tinggi Islam. Kalau SD, SMP, SMA masih bisa cerita ke orang tua yang bisa jadi kekuatan, kalau kuliah berbeda. Takut ditolak oleh lingkungan dan khawatir tidak punya teman,” ucapnya.

Meski universitas negeri tidak menjadi capaiannya, setidaknya universitas Muhammadiyah bisa mengantarkan perempuan pecinta novel ini mewujudkan salah satu keinginannya, yakni mendapatkan tempat berkembang dan belajar agama tanpa adanya perlakuan mengucilkan satu sama lain.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed