Jakarta, jurnalsumatra.com – Pertemuan Dewan Masyarakat Ekonomi ASEAN ke-20 (The 20th ASEAN Economic Community Council Meeting, Interface Between The AEC Council and The ASEAN Digital Ministers) secara virtual beberapa waktu lalu menyoroti pentingnya talenta digital di kawasan Asia Tenggara.
Posisi Indonesia sendiri mendukung penyusunan “ASEAN Leader Statement on Digital Transformation” yang diinisiasi oleh Brunei Darussalam selaku chairmanship ASEAN pada tahun ini.
Dalam forum tersebut, Indonesia juga menyepakati dukungan terhadap “ASEAN Leader Statement on Advancing Digital Transformation” yang berfokus pada pendalaman kerja sama antara badan sektoral dan pilar komunitas ASEAN untuk transformasi digital yang inklusif dan akseleratif.
Fokus selanjutnya adalah penguatan kerja sama keamanan siber yang dikoordinasi oleh Komite Koordinasi Keamanan Siber ASEAN (ASEAN Cybersecurity Coordinating Comitee), serta fokus dalam ASEAN Digital Masterplan 2025 (ADM 2025).
ADM 2025 memprioritaskan pemulihan ASEAN dari COVID-19, menghubungkan bisnis dan memfasilitasi perdagangan lintas batas dan membangun masyarakat yang inklusif secara digital.
Selain itu, komunitas dan ekonomi digital yang didukung oleh layanan, teknologi, dan ekosistem digital yang aman dan transformatif.
Namun, mewujudkan target tersebut tak lepas dari sejumlah tantangan, terutama dalam sektor talenta digital. Direktur Eksekutif ASEAN Foundation Dr. Yang Mee Eng menilai kesenjangan digital (digital gap) adalah salah satunya.
“Saat ini, kita berusaha untuk berjalan ke depan dengan cara yang berbeda. Dan, kita beruntung karena kita saat ini bisa mengakses infrastruktur dan koneksi. Namun, perlu diingat bahwa ada kelompok yang belum terpapar hal yang sama dengan kita,” kata Dr. Yang kepada ANTARA.
Lebih lanjut, Dr. Yang memaparkan ada kesenjangan antara kesediaan talenta dan pekerja digital dari Asia Tenggara. “Ini adalah sesuatu yang harus dicari solusinya untuk meminimalisir gap tersebut,” ujar dia.
Ia juga menyoroti pentingnya negara-negara di kawasan Asia Tenggara untuk mampu bertahan, baik dalam sektor ekonomi maupun sosial.
Menurut dia, pemerintah harus bekerja keras dalam hal ini, namun tentu saja pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. “Dengan sumber daya (manusia) yang mungkin terbatas (dari sisi akses dan edukasi), negara perlu bermitra, membuka pintu dan membuat kebijakan yang ramah dan terbuka,” jelas Dr. Yang.
Selain peran pemerintah, kemitraan dengan perusahaan teknologi seperti Huawei merupakan salah satu upaya untuk mengimbangi dan mendukung aspek yang mungkin dirasa kurang, seperti misalnya penyediaan teknologi hingga pembangunan infrastruktur dan talenta digital.
Komentar