Apresiasi-apresiasi semacam itu hanyalah sebagian kecil atensi dan masih banyak hal lain yang lebih penting dan strategis untuk dilakukan secara berkelanjutan, semisal bagaimana upaya negara mencetak lebih banyak lagi calon-calon juara baru atau bagaimana menciptakan atmosfer gemar berolahraga dan berkompetisi yang sehat pada seluas-luasnya lapisan masyarakat.
Jangan pula dilupakan perlunya negara hadir dalam memberi kepastian atas jaminan masa depan yang menyejahterakan tatkala atlet-atlet tersebut nantinya memasuki masa pensiun. Dengan demikian tidak ada lagi kisah-kisah tentang nasib mantan atlet yang hidup mengenaskan di hari tuanya.
Semua itu –dan tentunya segala upaya pemenuhan kebutuhan berprestasi atlet difabel– perlu terakomodir dalam implementasi rancangan desain besar olahraga nasional (DBON) yang telah ditandatangani Presiden Joko Widodo melalui Perpres No 86 tahun 2021 bertepatan dengan peringatan Hari Olahraga Nasional 9 September 2021.
Dalam road map DBON yang bakal dilakukan secara efektif, efisien, terukur, akuntabel, sistematis dan berkelanjutan dalam lima tahapan hingga tahun 2045 itu semakin mempertegas lagi kesetaraan antara olahraga disabilitas dan nondisabilitas mulai dari jenjang kabupatan/kota hingga level nasional.
Dalam konteks kesetaraan perlakuan, hari ini 5 November 2021, Presiden Jokowi membuka secara resmi perhelatan Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) VI di Papua. Tak kurang dari 3000-an dari 34 provinsi se-Tanah Air berkompetisi dalam 12 cabang olahraga dengan 640 nomor pertandingan di Kota dan Kabupaten Jayapura guna memperebutkan 861 medali emas, 861 medali perak dan 1.090 medali perunggu, sampai 15 September nanti.
Meski Peparnas tak sepopuler dan seheboh PON karena gaungnya tidak sampai ke telinga banyak orang Indonesia, namun yang pasti semangat para atlet penyandang disabilitas dari seluruh penjuru negeri ini semakin terpacu demi membuktikan bahwa mereka memang layak diperhitungkan.
Dengan demikian maka bangsa ini nantinya akan memiliki sumber daya atlet penyandang disabilitas yang melimpah untuk masa-masa mendatang. Proses regenerasi juga akan berjalan secara alamiah seiring dengan bergulirnya kompetisi itu, mengingat prestasi merupakan muara dari suatu proses pembinaan dari hulu hingga hilir secara sistematis dan berkelanjutan.
Pada sisi lain, bangsa ini bisa menarik banyak pelajaran dari Peparnas untuk menjadi masyarakat Indonesia yang terbuka, saling menghargai dan merangkul setiap perbedaan.
Para atlet penyandang disabilitas ini tidak membutuhkan rasa iba dari orang-orang yang dikaruniai kesempurnaan tatkala melihat keterbatasan dan ketidaksempurnaan fisik mereka. Kontestan Peparnas Papua hanya ingin mendapat kesempatan yang sama untuk unjuk kebolehan dalam kompetisi dan silahkan fokus pada potensi yang mereka miliki.(anjas)
Komentar