oleh

Menelisik potensi penyandang disabilitas di pentas olahraga

Memilih olahraga

Hingga saat ini data tentang seberapa banyak jumlah penyandang disabiitas di seluruh Tanah Air masih simpang siur. Namun setidaknya, data nasional sementara yang bisa dijadikan patokan untuk menggambarkan keseluruhan populasi dengan ragam disabilitas dan karakteristik masing-masing disabilitas itu adalah Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2018.

Berdasarkan data Susenas 2018, terdapat sekitar 30,38 juta jiwa atau sekitar 14,2 persen penduduk Indonesia yang menyandang disabilitas. Sebagaimana amanat konstitusi, maka negara harus hadir memberikan perlindungan, pengayoman dan pemenuhan atas hak-hak dasar mereka sebagai warga negara tanpa kecuali.

Sayangnya hingga saat ini masih banyaknya diskriminasi dan kurangnya perhatian masyarakat terhadap beragam kebutuhan para penyandang disabilitas ini termasuk dalam hal mobilitas, akses pekerjaan yang layak, akses ke jenjang-jenjang pendidikan hingga perlindungan hukum.

Contoh kecil diskriminasi semisal untuk memasuki dunia kerja masih banyak dijumpai adanya persyaratan seseorang harus “sehat jasmani dan rohani” yang kerap dimaknai secara harfiah sang pelamar kerja harus memiliki fisik yang sempurna alias tidak cacat.

Belum lagi masih adanya fakta bahwa banyak dari para penyandang disabilitas itu berasal dari keluarga miskin yang terisolasi dari pelayanan sosial sehingga keberadaan mereka semakin terpinggirkan, tidak terpenuhi kebutuhan nutrisi dan tidak mendapatkan perawatan khusus sesuai dengan kecacatannya.

Dengan segala keterbatasan dan pembatasan-pembatasan itu, tatkala seorang penyandang disabilitas lebih memilih berkiprah di dunia olahraga ketimbang berprofesi lainnya maka hal itu sangat bisa difahami.

Berkegiatan olahraga tidak membutuhkan banyak persyaratan yang njelimet dan bukan hanya milik mereka dengan fisik yang sempurna saja. Setiap orang berhak melakukannya termasuk para penyandang disabilitas ini.

Media olahraga menjadi wadah mudah bagi para penyandang disabilitas dalam mengeksplorasi bakat keolahragaan yang terpendam atau kemampuan yang dimilikinya, sehingga mereka bisa mengaktualisasikan diri saat berkompetisi dan meraih prestasi. Kobar api semangat mereka tidak kalah dan torehan prestasi pun terbukti cukup membanggakan.

Tapi menjaring dan kemudian membina bibit-bibit unggul atlet disabilitas ini tidak semudah membalik telapak tangan, apalagi mencetak mereka menjadi seorang juara. Ada proses panjang bergelimang peluh, air mata hingga cucuran darah disana yang bisa jadi kuantitas dan kualitasnya dua kali lipat dari atlet normal.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed