oleh

Dampak negatif ganda rokok ilegal

Hal tersebut terkonfimasi pula dengan Survei Komnas Pengendalian Tembakau pada 2020 yang menunjukkan bahwa meski pandemi COVID-19 berpengaruh pada penghasilan responden secara ekonomi, ternyata 49,8 persen responden masih menghabiskan uang belanja untuk rokok yang sama besarnya seperti sebelum pandemi, dan 13,1 persen responden justru naik jumlah konsumsi dan uang belanjanya untuk rokok saat pandemi.

Kecenderungan meningkatnya konsumsi rokok di masa pandemi menjadi kontraproduktif terhadap beban ekonomi masyarakat yang banyak terdampak akibat pandemi. Hal ini memperburuk situasi ekonomi yang telah dirugikan akibat konsumsi rokok.

Berantas rokok ilegal

Upaya untuk menanggulangi rokok ilegal dilakukan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) dengan sejumlah operasi.

Operasi Ampadan (bahasa Sangsekerta pita cukai) serta Operasi Gempur I, II, dan III menunjukkan 64,01 persen berasal dari pabrik yang izinnya tidak ada. Jenis rokoknya juga rokok polos tanpa pita cukai. Harga kisaran Rp7.000- Rp8.000 lokasi di rural dan perkebunan dengan konsumen berpendapatan rendah. Lokasinya, antara lain Kudus (Jawa Tengah), Malang (Jatim), dan Sidoarjo (Jatim) yang telah mengakar dan turun temurun dan siapa saja bisa.

Pada 2018 DJBC sudah menyita 364,98 juta batang rokok dengan barang hasil penindakan (BHP). Total ada 361,26 juta batang rokok ilegal yang menjadi barang hasil penindakan pada 2019. Selanjutnya ada 384,51 juta batang rokok ilegal yang menjadi BHP hingga November 2020.

Sementara sampai Agustus 2021, dari total 16.988 penindakan hingga Agustus 2021, penindakan rokok ilegal mencapai 44,91 persen dengan barang hasil penindakan (BHP) rokok ilegal senilai Rp13,48 triliun.

Dosen Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI) Krisna Puji Rahmayanti mengungkapkan masyarakat memiliki pemahaman yang terbatas mengenai apa itu rokok ilegal.

Krisna dan tim sudah melakukan penelitian di empat kabupaten, yaitu Kabupaten Malang (Jatim), Pasuruan (Jatim), Jepara (Jateng), dan Kudus (Jateng) pada periode 2020-2021 yang kerap menjadi lokasi peredaran rokok ilegal.

Dari informasi yang Krisna dapatkan bahwa rokok ilegal diperjualbelikan tidak hanya secara langsung tetapi sudah melalui daring dengan melibatkan jasa pengiriman barang meski tidak menyebutkan bahwa barang itu rokok ilegal.

Harga rokok ilegal pun memang jauh lebih murah ketimbang rokok legal yang harga satu bungkusnya bisa mencapai Rp30 ribu.

“Harga 1 bungkus rokok ilegal dengan isi 20 batang bisa Rp3.333 karena dijual Rp10 ribu per 3 bungkus atau satu batang hanya sekitar Rp150,” tambah Krisna.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed