Olehnya, pertemuan para intelektual muslim dan PTKIN, lewat kegiatan AICIS di Solo, perlu kiranya melahirkan satu gagasan dan rekomendasi menyangkut dengan masalah tersebut.
“Dalam konteks kehidupan keagamaan masyarakat Indonesia khususnya, Guru Besar UIN Datokarama Palu itu berharap bahwa diskusi para narasumber dan peserta selama tiga hari ke depan, juga membincangkan sejauh mana kita bisa merespon serta memberikan solusi atas persoalan-persoalan sosial keagamaan yang belakangan mengganggu kerukunan umat beragama,” kata Guru Besar UIN Palu itu.
Kasus intoleransi umat mayoritas terhadap minoritas dan sebaliknya, kasus dugaan penodaan agama, fenomena generasi `medsos` yang seakan enggan `beragama` berbasis pada bacaan sumber primer, hingga kasus-kasus radikalisme dan terorisme.
Persoalan-persoalan semacam ini, sebut Prof Sagaf membutuhkan respon semua pihak yang tidak bersifat reaktif belaka, melainkan harus berdasar pada pertimbangan-pertimbangan empirik hasil riset.
“Kita tidak boleh menjadi menara gading yang terlalu asyik ma`syuk dengan penelitian atau diskusi yang hanya bermanfaat buat pribadi atau kampus kita sendiri saja, tanpa memberi kontribusi bagi penyelesaian masalah-masalah sosial, politik, keagamaan, dan kebangsaan yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia dan bangsa-bangsa lain di dunia secara keseluruhan,” ujar Prof Sagaf yang juga Waketum Ikatan Alumni Alkhairaat.
Ia juga berharap hasil-hasil diskusi selama pergelaran AICIS ini dapat memberikan manfaat bagi penguatan program-program di lingkungan Kementerian Agama sendiri dan PTKIN.(anjas)
Komentar