Penyusunan draf Perda tersebut lanjut Apriyadi, tetap akan mengacu pada aturan-aturan yang berlaku. Pemkab Muba akan menyiapkan drafnya, tentu tidak keluar dari aturan-aturan yang ada,” pungkasnya. Berdasarkan hasil wawancara wartawan Jurnal Sumatra.com dilapangan, rencana pembuatan Perda tersebut mendapat apresiasi dari para wakil rakyat dan juga para toko masyarakat terutama masyarakat tani.
Misalkan Eni Erliza SE, anggota DPRD Muba dari Praksi Partai Pohon Beringin ini mengaku sangat mengapresiasi bahkan mendukung pembuatan Perda tentang kearifan lokal itu. Karena menurut dia Perda tersebut sangat menyentuh kebutuhan rakyat kecil. “Kalau kami seluruh anggota DPRD Muba, mengapresiasi bahkan sangat mendukung pembuatan Perda tersebut, karena sangat menyentuh kebutuhan rakyat kecil.”kata Eni Erliza saat dibincangi Jurnal Sumatra.com dikediaman nya, tadi pagi.
Menurut politisi Partai Golkar ini, jika masyarakat terus menerus dilarang membuka lahan pertanian dengan cara membakar tanpa ada solusi, akan berdampak pada meningkatnya angka kemiskinan. “Sekarang saja sudah banyak kebun karet masyarakat yang sudah tua dan tidak lagi menghasilkan secara maksimal. Jadi kalau terus bertahan tanpa ada solusi lain, bagaimana kedepannya nanti, bisa bisa kebun karet masyarakat habis dimakan usia.”kata Eni Erliza.
Sementara, Zulkarnain (57) toko masyarakat desa Rimba Ukur (C5) Kecamatan Sekayu mengaku, bangga punya pimpinan yang begitu perhatian terhadap rakyatnya. “Larangan tentang membakar lahan pertanian itukan berdasarkan undang undang perkebunan. Kemudian mendengar keluhan rakyatnya, Pemkab Muba segera menyusun draf Perda tentang kearifan lokal, ini luar biasa dan menandakan Bupati Muba sangat perhatian dengan rakyatnya. Justru itu saya bangga dan sangat mengapresiasi rencana pembuatan Perda tersebut.”Ucap Zulkarnain.
Senada dikatakan Ruspayen (56) toko masyarakat asal desa Rantau Sialang Kecamatan Sungai Keruh. “Kalau aku sangat setuju, karena selama ini baru ada sebatas larangan belum ada solusi, karena solusi untuk membuka lahan dengan sistem moderen itu belum perna turun. Lagi pulah walaupun ditutunkan alat moderen seperti Bul doser saya pikir tidak akan jalan. Karena terbentur dari kelemahan masyarakat yang dikit dikit minta ganti rugi.”Ujarnya.
Misalkan, lanjut Ruspayen seorang warga ingin membuka satu hektar lahan yang berada jauh dibelakang dan harus melewati beberapa hektar kebun karet warga lainnya. Jelas warga yang kebun karetnya dilewati alat berat ini tadi minta ganti rugi, mendingan kalau nilai ganti rugi sedikit, kalau nilainya besar bisa bisa kebun karet yang akan dibuka itu habis terjual untuk biaya ganti rugi.”Ungkapnya.
Komentar