oleh

Implementasi PERMA di PN Perkara Keberatan PT PLN

Dijelaskan Sanderson, karena bisa saja perkara-perkara yang diajukan ke pengadilan mengenai keberatan terhadap putusan BPSK nantinya perkara-perkara tersebut didasarkan atas dasar alasan lain dapat untuk dapat Majelis hakim menerima dan mengadili perkara yang dimaksud. “Sebab, asas ius curia novit menyatakan bahwa hakim dianggap tahu dan berhak untuk mengadili segala perkara yang jatuh kepadanya,” ucapnya.

Keraguan YLKI Lahat Raya bukan tanpa sebab, Pasal 6 ayat (3) PERMA No.1 Tahun 2006 tidak pernah digunakan sama sekali oleh para pihak yang bersengketa sebab itu sangat susah untuk dipenuhi dan dibuktikan kebenarannya, sehingga terjadilah tidak efektifnya aturan yang sudah dibuat. Serta Pada pasal 6 ayat (3) PERMA No.1 tahun 2006.

“Apakah yang dimaksud dalam pengajuan keberatan terhadap putusan arbitrase BPSK dapat diajukan apabila memenuhi persyaratan pembatalan putusan arbitrase tersebut dipenuhi keseluruhannya atau hanya sebagian saja dari persyaratan tersebut baru dapat diajukan pengajuan keberatannya,” tanya Sanderson. Dalam Pasal 6 ayat (3) tersebut jelas menjelaskan bahwa pengajuan keberatan terhadap putusan arbitrase BPSK dapat diajukan apabila memenuhi persyaratan, dari makna kalimat tersebut poin-poin pada persyataran harus dipenuhi keseluruhannya, namun pastilah sangat susah untuk memenuhi dan membuktikan persyaratan tersebut sudah memang benar dipenuhi oleh pemohon keberatan terhadap putusan BPSK tersebut. “Oleh sebab itu, dengan Fatwa Mahkamah Agung ini dapat mengatur lebih lanjut dan jelas tentang ketidak-jelasan tersebut, agar implementasinya tepat dan tidak terjadi sesuatu yang dapat merugikan,” pungkas Sanderson. (Din)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed