Lahat, jurnalsumatra.com – Warga desa Karang Dalam Ulu, Kecamatan Pulau Pinang, Lahat, meminta kepada pihak perusahaan PT. Green Lahat (PT GL) untuk mencabut tiang listrik yang sudah terpasang. Pasalnya, menurut warga pemasangan tiang listrik yang dilakukan pihak PT. GL yang tertanam dihalaman dipekarangan rumah warga tanpa adannya izin ataupun ganti rugi.
Terbukti saat hendak dimintai tanggapan atas atas kisruh yang dialami warga kepada Ketua PLANTARI (Plasma Nutfah Lestari) Kabupaten Lahat, Sanderson Syafe’i, ST. SH dikantor nya dibilangan Kelurahan Bandar Jaya, pada Jum’at (16/07/2021). Ia menjelaskan, bahwa dalam UU No. 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan Ayat (1) Pasal 11 disebutkan bahwa listrik disediakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha swasta, koperasi, dan swadaya masyarakat yang berusaha di bidang penyediaan tenaga listrik, ujarnya.
Termasuk, kata Sanderson, PT. GL selaku badan usaha wajib memiliki izin usaha sebagaimana yang tercantum dalam Ayat (2) Pasal 19:
“Setiap orang yang menyelenggarakan penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum wajib memiliki izin usaha penyediaan tenaga listrik.” Selain harus memiliki izin usaha penyediaan listrik, PT. GL juga wajib memiliki izin operasi dalam mendirikan pembangkit tenaga listrik dengan kapasitas tertentu.
“Terhadap tuntutan warga atas tanah miliknya yang digunakan untuk mendirikan tiang listrik, dalam UU dijelaskan secara lugas ada ganti ruginya,” imbuhnya. Oleh sebab itu, menurutnya, terkait ganti rugi ini tercantum dalam Pasal 30, Ayat (1) sampai Ayat (3) di pasal tersebut: “(1) Penggunaan tanah oleh pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dilakukan dengan memberikan ganti rugi hak atas tanah atau kompensasi kepada pemegang hak atas tanah, bangunan, dan tanaman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Ganti rugi hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk tanah yang dipergunakan secara langsung oleh pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik dan bangunan serta tanaman di atas tanah. Dan pasal (3) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk penggunaan tanah secara tidak langsung oleh pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik yang mengakibatkan berkurangnya nilai ekonomis atas tanah, bangunan, dan tanaman yang dilintasi transmisi tenaga listrik.
“Dalam UU yang sama juga dijelaskan, bahwa ganti rugi hak atas tanah adalah penggantian atas pelepasan atau penyerahan hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan/atau benda lain yang terdapat di atas tanah tersebut,” tuturnya lugas. Terakhir, disampaikan Sanderson, bahwa kompensasi diberikan atas penggunaan tanah dan benda lainnya secara tidak langsung untuk pembangunan ketenagalistrikan tanpa dilakukan pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, hal ini juga dijelaskan dalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan PP No 25 Tahun 2021, Tentang Penyelenggaraan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral. (Din)
Komentar