Makassar, jurnalsumatra.com – Berkumpul bersama keluarga ataupun menjamu tamu saat lebaran dengan menu khas, sudah menjadi tradisi setiap selesai menunaikan ibadah puasa selama sebulan.
Seperti halnya daerah lain di Indonesia, Sulawesi Selatan juga terkenal dengan aneka kuliner khas yang mengundang selera untuk mencicipinya.
Menu masakan khas “Nasu palekko” yang berbahan dasar itik yang terkenal di kalangan masyarakat Suku Bugis, khususnya di Kabupaten Pinrang dan Sidrap, selalu disajikan sebagai menu berlebaran.
Meski menu ini pedas dan bisa membuat telinga memerah karena menggunakan cabai yang cukup banyak sebagai salah satu bumbu masak, namun tidak membuat jera yang memakannya, bahkan akan menumbuhkan rasa kangen untuk memakannya lagi dan lagi.
Nasu Palekko ini dimakan bersama burasa atau ketupat sebagai pengganti nasi. Selain itu, biasanya disiapkan pula Bajabu berbahan dasar kelapa parut yang sudah disangrai dan diberi bumbu dimakan bersama burasa.
Kuliner khas Suku Bugis ini terbuat dari daging bebek yang dipotong-potong kecil, sehingga bisa disebut juga dengan itik cincang.
Itik yang akan dijadikan Nasu Palekko bisa jenis itik alabio dan juga itik manila yang ukurannya lebih besar dibandingkan itik alabio atau itik biasa.
Kata nasu palekko sendiri yang merupakan bahasa Bugis, terdiri dari dua kata yakni nasu artinya masakan dan palekko artinya panci tanah liat. Namun seiring dengan perkembangan perlengkapan rumah tangga, menu itik pedas ini tidak lagi dimasak dengan menggunakan panci atau tungku berbahan tanah liat, namun kini sudah menggunakan panci alumunium ataupun stainless.
Sedang untuk proses pembuatannya, daging bebek yang sudah disembelih dan dikuliti, kemudian dibakar diatas perapian hingga semua bulu-bulu halusnya hilang.
Selanjutnya setelah dipotong-potong kecil dan dicuci bersih, potongan daging itik itu diberikan asam jawa atau jeruk nipis untuk menghilangkan bau khas itik tersebut.
Kemudian untuk bumbunya yang terdiri dari cabai, bawang merah, bawang putih, jahe, sereh , garam dan asam dari irisan mangga yang sudah dikeringkan (kaloe) dihaluskan menggunakan ulekan ataupun diblender.
Setelah bumbu yang digiling halus lalu dicampur dengan potongan daging itik, kemudian dimasukkan dalam penggorengan atau wajah kemudian diaduk hingga matang untuk disajikan.
Menu ini tanpa menggunakan minyak, hanya dimasak bersama kulit itik itu sendiri yang mengeluarkan lemaknya hingga menjadi minyak.
Setelah daging itik ini empuk dengan proses pemasakan sekitar satu hingga dua jam, maka sudah siap untuk disajikan dan disantap ramai-ramai maupun sendiri.
Komentar