Adanya perubahan dasar sungai yang curam ke dasar sungai yang datar akan terjadi proses pengendapan terhadap beban sedimen yang cukup banyak dan selanjutnya akan mengakibatkan terbentuknya kipas alluvial.
Wilayah terdampak di daerah itu berada pada kaki lereng sistem lahan Gunung Beliling (GBG) yang mengalami proses pengikisan yang sangat intensif pada bagian hulu, mengakibatkan wilayah kipas alluvial di bagian hilir mendapatkan material sedimen yang cukup banyak.
Jika terjadi curah hujan merata dan ekstrem, kata Ferrari, maka wilayah kipas alluvial yang langsung terhubung pada lembah kikisan lereng pegunungan di atasnya akan berpotensi terkena material hingga terbawa oleh aliran air.
Apabila di atas wilayah kipas alluvial ini berdiri bangunan dan aktivitas manusia maka akan rentan terkena dampak akibat terjangan material yang terbawa oleh aliran air dari hulu.
Gunung api
Di wilayah Kabupaten Flores Timur juga terdapat permukiman penduduk yang berada di kaki gunung api, yakni Ile Boleng, Kabupaten Flores Timur dan Ile Ape di Kabupaten Lembata.
Lokasi Ile Boleng berupa kipas alluvial di kaki lereng gunung api. Sistem lahan di lokasi tersebut adalah Norabeleng (NBG) yaitu Moderately sloping volcanic alluvial fans in dry areas.
Lokasi ini berada tepat pada tekuk lereng Gunung Api Ile Boleng yang merupakan gunung api muda dengan material endapan lepas. Lokasi yang berada pada tekuk lereng mengakibatkan bertemunya beberapa alur sungai.
Pertemuan alur sungai yang memiliki hulu di kerucut gunung api sangat berpotensi untuk terjadinya banjir lahar, apabila di wilayah puncak terjadi hujan dengan intensitas tinggi hingga ekstrem. Hal ini dikarenakan lereng atas gunung api adalah area yang memiliki bahan material endapan unconsolidated atau lepas,
Endapan material lepas dari hasil aktivitas proses gunung api tersebut akan sangat mudah jatuh atau terbawa oleh aliran air yang deras. Aliran air dapat berperan sebagai tenaga pengikis yang melepaskan ikatan antar-material, sehingga material lepas tersebut akan meluncur mengikuti alur air.
Dengan tingkat kecuraman lereng bukit berkisar 26 hingga 40 persen lebih atau sangat curam, maka aliran yang terjadi bisa sangat cepat dan menyapu daerah yang ada di bawahnya.
Tentunya akan sangat berisiko apabila daerah yang berada di jalur aliran ini berdiri bangunan dan aktivitas manusia yang tentunya akan berdampak terhadap kerusakan yang terjadi.
Sementara itu kondisi geomorfologi wilayah terdampak di kaki Gunung Ile Ape tidak jauh berbeda dengan wilayah terdampak di Ile Boleng, sehingga proses alur rombakan juga mendominasi wilayah ini ketika terjadi siklon seroja saat itu.
Komentar