oleh

Mewujudkan pelabuhan impian di Tanjung Carat

Tentunya kondisi ini menjadi salah satu perhatian Pusri di tengah rencana pembangunan Pabrik Pusri IIIB pada 2021.

Hadirnya pabrik baru ini untuk menggantikan dua pabrik Pusri yang sudah tua dan boros penggunaan energi yakni Pusri III dan Pusri IV. Penggunaan gas ini berkontribusi hingga 70 persen dari total biaya produksi.

Saat terjadi peningkatan produksi, Pusri dipastikan akan mencari pasar baru di luar Sumsel bahkan hingga ke luar negeri sehingga kelancaran alur Sungai Musi ini menjadi penting.

Kebutuhan akan pelabuhan laut ini juga disampaikan Sekretaris DPC Persatuan Pengusaha Pelayaran Niaga Nasional Indonesia (Indonesian National Shipowner’s Association/INSA) Kota Palembang, Suandi.

“Saat ini alur pelayaran di Sungai Musi terus mendangkal, belum lagi jaraknya dari pelabuhan ke muara yang cukup jauh yakni 90 kilometer. Kami menilai daerah ini sudah saatnya memiliki pelabuhan laut,” kata dia.

Lantaran belum adanya alternatif lain, menurut Suandi, pengusaha tidak ada pilihan lain selain memanfaatkan Pelabuhan Boom Baru yang dikelola oleh PT Pelindo II.

Pengusaha tetap menjalankan bisnisnya seperti biasanya yakni terpaksa melakukan double handling atau dua kali bongkar muat untuk memindahkan muatan dari kapal berukuran kecil ke kapal berukuran besar.

Untuk itu, pengusaha harus mengeluarkan biaya tambahan jika dibandingkan dengan daerah lain yang sudah memiliki pelabuhan laut.

Sumsel ini kaya akan hasil alam, ada sawit, karet dan batu bara tapi sayangnya belum memiliki pelabuhan laut. Jika persoalan ini terselesaikan maka dipastikan pertumbuhan ekonomi di daerah ini akan meningkat, kata dia.

Menurut Suandi, ketidakadaan pelabuhan samudra itu juga yang sebenarnya mengganjal keinginan para investor menanamkan modal di daerah itu.

Pengamat Ekonomi Sumsel dari Universitas Sriwijaya (Unsri) Didik Susetyo membenarkan hal itu bahwa Sumsel bakal menjadi tujuan investasi apalagi nantinya dilengkapi Kawasan Ekonomi Khusus dan akses tol ke Jalan Tol Trans Sumatera.

“Jika ini terwujud maka menjadi peluang Sumsel untuk naik kelas perekonomiannya, tidak terkunci di kisaran 5,0 persen lagi,” kata Didik.

Pada 1821, setelah Belanda berhasil menguasai Palembang, dibangunlah pelabuhan di depan Benteng Kuto Besak atau sekarang dikenal Bek Ang Kodam II Sriwijaya atau Boom Jati.

Kemudian pada 1941, dilakukan pemindahan letak lebih ke hilir sungai, yaitu kawasan Sungai Rendang, atau masyarakat Sumsel mengenalnya sebagai Gudang Garam. Lalu dipindahkan lagi lokasi pelabuhan tersebut antara Sungai Lawang Kidul dan Sungai Belabak, yang kini disebut Pelabuhan Boom Baru.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed