Yogyakarta, Jurnalsumatra.com – Pada musim hujan seperti saat ini, Indonesia dihadapkan pada bencana hidrologi seperti banjir atau tanah longsor akibat air dari curah hujan yang tinggi tidak mampu terserap tanah. Sebaliknya pada musim kemarau Indonesia harus menghadapi bencana kekeringan karena sumber air mengering sehingga banyak penduduk kesulitan mendapatkan air bersih dan banyak lahan sawah mengalami kekeringan.
Salah satu contoh daerah yang sering mengalami kekeringan adalah Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Penduduk di sejumlah daerah di kabupaten itu mungkin sudah akrab dengan kekeringan dan kekurangan air bersih pada musim kemarau.
Bahkan di beberapa desa, penduduk setempat harus berjalan jauh untuk mendapatkan air guna memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti untuk minum dan memasak. Terkadang mereka harus menelan kecewa karena mata air yang diharapkan mampu memenuhi kebutuhan mereka, ikut mengering atau airnya tinggal tetes demi tetes.
Pada saat itu pemerintah setempat akan melakukan “dropping” air untuk daerah-daerah yang betul-betul memerlukan meskipun bantuan itu hanya bisa memenuhi kebutuhan pokok, sedangkan kebutuhan pengairan untuk sawah atau ladang jelas sulit dipenuhi.
Meskipun kondisi itu sudah sering mereka alami tetapi tetap saja mereka merindukan ketersediaan air yang mencukupi sepanjang musim termasuk kemarau, sehingga tanaman di sawah dan ladang mereka pun bisa tumbuh subur dengan produksi yang baik, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan mereka.
Sebenarnya persoalan kekeringan tidak hanya dialami penduduk Kabupaten Sikka atau NTT. Banyak daerah di provinsi lain di Indonesia juga mengalami hal serupa, terutama pada saat musim kemarau.Bahkan beberapa daerah di Pulau Jawa pun tidak luput dari persoalan tersebut.
Salah satu penyebab kekeringan adalah berkurangnya jumlah pohon yang mampu menahan air hujan tetap berada di dalam tanah dan mengalir melalui sumber mata air. Meningkatnya kebutuhan akan permukiman dan pangan menyebabkan luas hutan terus berkurang karena beralih menjadi lahan sawah, perkebunan atau permukiman penduduk. Alih fungsi tersebut memang sulit ditahan sebagai konsekuensi dari bertambahnya jumlah penduduk.
Berbagai upaya sebenarnya sudah dilakukan untuk mengatasi persoalan serapan air seperti pembuatan biopori dan ruang terbuka hijau.Setiap daerah terus berupaya memenuhi target penyediaan ruang terbuka hijau meskipun tidak dipungkiri banyak kendala yang menghadang.Upaya lain adalah dengan membangun banyak bendungan untuk meningkatkan daya tampung air.
Komentar