Balikpapan, jurnalsumatra.com – Masyarakat Adat Modang Long Wai Kampung Long Bentuq menegaskan mereka menolak hasil rundingan mediasi di Kantor Bupati Kutai Timur di Sangatta, Kalimantan Timur dengan PT Subur Abadi Wana Agung, pada 10 Februari 2021.
Mediasi tersebut merupakan upaya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Timur mempertemukan kepentingan masyarakat Long Bentuq dengan kepentingan perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Subur Abadi Wana Agung (SAWA).
“Kami menolak karena banyak sekali kesalahpahaman, atau bahkan kegagalan paham Pemkab Kutai Timur terhadap kasus ini,” kata Kepala Adat Modang Long Wai Daud Lewing, Jumat.
Masyarakat Adat Modang Long Wai, tegas Daud Lewing, tidak meminta kemitraan atau CSR (community social responsibility), atau ganti rugi dari perusahaan.
“Kami hanya ingin tanah adat kami dengan luasan 4 ribu hektare dikembalikan, itu,” katanya menegaskan.
Bahkan, lanjut tokoh masyarakat Ellisason, tuntutan Rp15 miliar dari masyarakat kepada perusahaan bisa diabaikan bila lahan tersebut dikembalikan.
Agar tuntutan ini didengar, mereka memasang portal di jalan kampung dan melarang truk pengangkut buah sawit keluar atau masuk.
“Hanya untuk kendaraan perusahaan. Warga, termasuk warga dari kampung lain dengan urusan yang tidak ada hubungannya dengan perusahaan, masih boleh lewat,” kata Lewing.
Warga ingin tanahnya kembali juga bukan tanpa alasan. Menurut hasil kesepakatan warga dalam pertemuan di Kampung Long Bentuq pada 16 Februari, masyarakat Long Bentuq tidak pernah mengizinkan perusahaan, yaitu PT SAWA, untuk dikuasai dan kemudian ditanami oleh perusahaan.
“Kami juga tahu bahwa izin Hak Guna Usaha (HGU) PT SAWA Nomor 12/HGU/BPN-RI/2012 tidak mencantumkan wilayah Kampung Long Bentuq. Jadi kalau tanah kami diambil perusahaan, itu tidak ada dasar hukumnya,” kata Daud Lewing.
Dari kesepakatan tanggal 16 Februari itu juga, masyarakat sepakat untuk mengambil kembali lahan tersebut dengan memasang patok di batas lahan. Lahan yang akan dipasangi patok batas melingkupi luas 1.003 hektare.
“Kami akan kerjakan dalam waktu dekat ini,” kata Lewing lagi.
Dari kesepakatan antarkampung tahun 1993, kampung Orang Modang, yaitu Kampung Long Bentuq berada dalam luasan 13.527 hektare dengan bentang alam pemukiman, kebun dan ladang, dan sebagian besarnya hutan.
“Sebagian besarnya itu hutan primer,” kata Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Timur Yohana Tiko. Hutan itulah yang dibabat perusahaan untuk dijadikan kebun kelapa sawit.
Konflik antara perusahaan dengan masyarakat adat Modang ini sudah berlangsung tidak kurang 15 tahun. Masyarakat sudah mengadukan kasusnya hingga ke Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup namun belum mendapatkan hasil yang mereka inginkan, yaitu mendapatkan kembali lahan adat tempat hidupnya.
Komentar