Kasus ini kembali mencuat karena masyarakat Long Bentuq memasang portal dan mencegah transportasi buah sawit dari lahan yang mereka anggap bermasalah tersebut. Selama portal dipasang, satu tuntutan yang mengemuka adalah permintaan ganti rugi kepada perusahaan PT SAWA sebesar Rp15 miliar, dan perbaikan kesejahteraan dan pelibatan warga Long Bentuq atas aktivitas ekonomi yang dibawa perusahaan.
Karena itu, Pelaksana Tugas Bupati Kutai Timur Kasmidi Bulang mengatakan, tuntutan Rp15 miliar tersebut tidak memiliki dasar hukum, dan karena itu, Pemkab Kutim juga tidak bisa memaksa perusahaan untuk membayar dua kali ganti rugi.
“Kami bukan tidak memperjuangkan hak masyarakat. Tapi memang tidak ada dasar hukumnya. Karena pihak perusahaan sudah menyampaikan bahwa mereka sudah mengganti rugi lahan itu. Tidak mungkin Pemkab memaksa untuk mengganti rugi dua kali. Pasti jadi temuan,” kata Kasmidi seusai mediasi yang dilakukan antara perwakilan PT SAWA dengan masyarakat adat Kampung Long Bentuq.
Kasmidi menambahkan, Pemkab tetap memperjuangkan hak masyarakat. Di antaranya adalah untuk menjadi plasma, berbagai program CSR, dan berbagai bentuk pemberdayaan masyarakat lainnya.
Plasma adalah semacam kerja sama dengan perusahaan, di mana petani dengan sukarela menanam tanaman yang diinginkan perusahaan, dan karena itu dibantu sepenuhnya oleh perusahaan. Bantuannya bisa berupa mulai dari pembersihan dan penyiapan lahan, bibit, pupuk, pemeliharaan, hingga panen. Petani wajib menjual hasil panennya ke perusahaan.
Kampung Long Bentuq berada di Kecamatan Busang, Kutai Timur, Kalimantan Timur. Dari Balikpapan di selatan, dengan perjalanan bermobil diperlukan waktu tidak kurang dari 2 hari.
“Dari Sangatta perlu 7 jam,” kata Tiko.
Nama Busang sendiri pernah sangat populer di paruh pertama tahun 1990an dalam drama skandal emas Busang yang melibatkan perusahaan tambang asal Kanada Bre-X.(anjas)
Komentar