Pangan lokal nonberas merupakan salah satu solusi menghadapi ancaman pangan global dan sekaligus juga selama menghadapi masa pandemi VOVID-19.
Mengapa?, sebab harga komoditi pangan lokal seperti ubi-ubian, sagu, jagung, pisang dan lainnya jauh relatif lebih murah dibandingkan beras.
Misalkan, harga pisang sepatu satu siri hanya Rp5.000.Sedangkan harga beras medium saja di pasaran saat ini di atas Rp9.000/kg dan beras berkualitas (premium), harganya bisa mencapai Rp12.000/kg.
Begitu pula dengan harga ubi-ubian seperti ubi talas 10 buah hanya Rp10.000.
Karena itu, Pemkab Sigi terus memberikan dukungan dengan melakukan sosialisasi dan kampanye sampai ke desa-desa agar semua masyarakat bisa mengetahui bahwa konsumsi pangan lokal justru jauh lebih aman dan sehat.
Dukungan sama juga disampaikan Bupati Buol Amiruddin Rauf. Bupati Amirudin menyatakan, pihaknya melalui Dinas Ketahanan Pangan di daerah itu gencar melakukan sosialisasi program-program Kementerian Pertanian dalam kaitannya dengan diversifikasi pangan lokal.
Apalagi, masyarakat di Kabupaten Buol selama ini sudah sangat dekat dengan bahan makanan lokal nonberas yakni sagu sebagai makanan alternatif selain beras.
Pada zaman dahulu, para leluhur Buol sudah sangat akrab sekali dengan makanan dari sagu. Pohon sagu banyak di daerah itu.
Sagu bisa diolah menjadi makanan sehari-hari dan juga bahan baku kue. “Tinggal bagaimana caranya mengolah agar bisa lebih menarik untuk dikonsumsi,” kata dia.
Karena itu, program dimaksud harus didukung dan dikampanyekan terus sampai bisa memasyarakat dan menjadi makanan sehari-hari yang selalu ada di meja makan.
Jika program ini berjalan dengan baik, maka secara perlahan-lahan kita bisa menekan ketergantungkan kepada beras tidak lagi sebesar seperti sekarang ini.
Paling tidak, masyarakat tidak lagi menjadikan beras sebagai satu-satunya makanan pokok, tetapi ada penganekaragaman pangan lokal.
Tidak makan nasi
Wakil Gubernur Sulteng, Rusli Dg Palibi saat menghadapi gerakan diversifikasi program pangan lokal beberapa waktu lalu mengatakan bahwa keluarganya selama ini telah melakukan penganekaragaman pangan. “Kami dalam seminggu, dua kali tidak makan nasi,” kata dia.
Dalam dua kali tidak makan nasi, sebagai penggantinya adalah mengkonsumsi pangan lokal seperti pisang, sagu, dan ubi-ubian.
Saat mereka makan makanan nonberas, tubuh/badan terasa sangat sehat.
Program dua kali seminggu makan pangan lokal nonberas itu tetap dilakukan sampai sekarang ini. “Keluarga kami sudah terbiasa melakukannya,” ujar Wagub Rusli.
Komentar