Jakarta, jurnalsumatra.com – Kisah tentang stunting atau gangguan tumbuh kembang anak sering kali dianggap sebagai persoalan kecil, padahal masalah itu adalah fenomena gunung es yang menyebabkan menurunnya kualitas sumber daya manusia suatu negara.
Indonesia sendiri telah lama berjibaku untuk menemukan solusi bagi persoalan stunting yang pelik. Meski pada dasarnya semua tahu bahwa penurunan angka stunting adalah persoalan keberpihakan, kemauan, dan kepedulian. Bukan semata satu pihak, melainkan kerja semua secara terkonsolidasi.
Dengan kata lain bahwa stunting harus dianggap sebagai musuh bersama yang harus pula ditumpas secara bersama-sama.
Dan di era digitalisasi, penanganan stunting pun termasuk dalam bidang persoalan yang sudah semestinya masuk dalam kaca mata siber. Solusi digital bagi penurunan angka anak yang kurang gizi sudah saatnya diselesaikan dari perspektif digital yang mampu mengurai kerumitan.
Maka angkat topi layak diberikan kepada Pergizi Pangan Indonesia yang bekerja sama dengan Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB, Asosiasi Pendidikan Tinggi Gizi Indonesia (AIPGI), Akademi Bidang Ilmu Pangan dan Gizi Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPG -AIPI) dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang mengembangkan perangkat lunak untuk mengecek status gizi.
Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat pada Bappenas Dr Pungkas Bahjuri Ali MS pun setuju bahwa penanganan stunting merupakan tanggung jawab bersama dengan cara-cara yang luar biasa, termasuk digitalisasi.
Faktanya memang stunting memerlukan pendekatanan kelembagaan dan keluarga sebagai suatu keharusan untuk percepatan solusinya.
Oleh karena itulah penting sebuah kolaborasi pemerintah dengan akademisi, bisnis, organisasi kemasyarakakatan, komunitas, dan media untuk upaya percepatan penurunan stunting. Keberadaan teknologi hingga digitalisasi akan semakin mempercepat penyelesaian solusi tersebut.
Sebab sebagaimana disampaikan Dr Dhian Proboyekti Dipo SKM MA, Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan, bahwa persoalan stunting berarti luas, termasuk anemia pada remaja yang perlu upaya strategis untuk mengendalikannya.
Inovasi program
Kisah sukses sebuah inovasi program sejatinya pernah dilakukan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Ketika itu atas kerja sama yang dikembangkan dengan IPB dilakukan program pencegahan anemia pada remaja putri di SMP dan SMA saat ini adalah pemberian tablet tambah darah (TTD).
Guru besar Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat IPB University Prof Dr Dodik Briawan MCN mengatakan bahwa inovasi program serupa itu sudah saatnya direplikasi di provinsi lain sebagai potensi inovasi program dalam percepatan penurunan angka stunting.
Komentar