Pihaknya mengajak masyarakat dan pemerintah daerah serta lembaga swadaya masyarakat untuk berpartisipasi aktif menangani konflik gajah tersebut.
“Jika dilihat dari populasinya, gajah di Aceh sekitar 500 ekor. Dan perkembanganbiakan juga cukup baik dilihat dari struktur umur gajah yang berkonflik,” kata dia.
Ke depan, untuk mencegah konflik gajah dengan menghentikan pembukaan lahan kebun atau alih fungsi lahan hutan ke perkebunan serta pemukiman, terutama di kawasan pinggir hutan yang merupakan habitat gajah mencari sumber makanan.
Sejumlah penanganan yang dirancang bersama pemerintah, sudah dilakukan pihaknya, salah satunya penempatan CRU-CRU di sejumlah tempat yang memang tingkat intensitas konfliknya tinggi.
“Ada tujuh CRU yang kita tempatkan di Provinsi Aceh salah satunya di Sampoiniet Kabupaten Aceh Jaya, tujuannya untuk penanganan konflik di Aceh Jaya dan sekitarnya,” kata Agus Arianto.
Penanganan dengan membuat strategi-strategi khusus juga terus dilakukan pihaknya, termasuk pemasangan GPS Collar pada gajah untuk mendeteksi lebih dini pergerakan kelompok satwa tersebut, sehingga bisa melihat pergerakan gajah dan lebih cepat dalam penanganan.
“Dengan GPS Collar ada informasi dini pergerakan gajah tersebut, sehingga kita bisa lebih mudah dalam penanganannya,” kata dia.
Pihaknya juga berencana melakukan penguatan kawasan habitat alami di Kabupaten Aceh Jaya, ada juga kawasan KPH dengan memperkuat agar gajah tetap berada di dalam kawasan tersebut. Hal itu, bekerja sama dengan pihak CRU Aceh dan KPH 1.
Agus juga menuturkan kalau peran pemerintah dalam penanganan ini juga sangat besar sehingga konflik antara manusia dan gajah bisa teratasi dengan saling menjaga untuk hidup. Penyesuaian jenis tanaman yang dibudidayakan oleh para petani menjadi salah satu faktor yang besar untuk mengundang para gajah.
“Seperti sawit, pinang, dan sejenis yang disukai oleh gajah menjadi daya tarik dari gajah tersebut, sehingga harus ada penyesuaian budi daya dari para petani dengan tidak menanam di lintasan yang dilalui oleh para gajah tersebut,” katanya.
Hal itu semua, jelas Agus, akan mampu dilakukan dengan peran semua pihak, tidak hanya tugas BKSDA.
Semua lini punya peran penting seperti halnya penataan ruang dan pemilihan jenis tanaman yang ditentukan oleh instansi terkait.
Oleh sebab itu, pihaknya mencoba mendiskusikan dengan para pemerintah daerah, termasuk dengan para pegiat lembaga swadaya masyarakat tentang cara penanganan jangka panjang.
Kalangan aktivis lingkungan hidup menyarankan pembentukan kawasan ekosistem esensial untuk mengatasi persoalan konflik gajah dengan manusia di Provinsi Aceh.
Komentar