Peneliti KITLV Leiden Ahmad Dhiaulhaq menjelaskan, bahwa salah satu alasan penting dari banyaknya konflik yang belum terselesaikan ini adalah karena pihak berwenang di tingkat lokal seringkali kurang berhasil dalam memfasilitasi proses penyelesaian konflik antara perusahaan dan masyarakat.
Meskipun upaya fasilitasi dan mediasi sering dilakukan di Kalbar (72 persen dari semua kasus), dari 26 upaya fasilitasi oleh pemerintah daerah, DPRD dan polisi untuk menengahi konflik, hanya 3 kasus di mana kesepakatan antara perusahaan dan masyarakat tercapai dan diimplementasikan.
Penelitian ini menemukan, bahwa secara umum mekanisme resolusi konflik yang ada untuk penyelesaian konflik kelapa sawit-pengadilan, fasilitas pengaduan RSPO dan mediasi informal oleh pemerintah lokal masih belum efektif.
Alasan lain mengapa banyak konflik belum terselesaikan adalah sulitnya masyarakat mengakses mekanisme resolusi konflik formal seperti pengadilan dan fasilitas penyelesaian sengketa RSPO.
Mekanisme tersebut jarang digunakan. Di Kalbar, hanya 5 kasus yang dibawa ke pengadilan dan 5 kasus ke RSPO. Karena kombinasi beberapa faktor seperti kendala hukum, biaya, kekurangpercayaan, dan kerumitan prosedur membuat masyarakat enggan menggunakan mekanisme ini.
Selain itu, ketika masyarakat menang di pengadilan (hanya di 3 kasus), putusan pengadilan seringkali tidak diimplementasikan, kata Ahmad.
Sebaliknya, bahwa mediator profesional dengan kapasitas yang terlatih untuk memediasi konflik, jauh lebih lebih efektif dalam memfasilitasi penyelesaian konflik kelapa sawit.
Untuk itu, Tim peneliti POCAJI memberikan beberapa rekomendasi tentang bagaimana pencegahan penyelesaian konflik dapat ditingkatkan.
Untuk mencegah konflik lebih lanjut, laporan kebijakan ini merekomendasikan agar pemerintah daerah dapat memastikan bahwa perusahaan benar-benar mendapatkan “persetujuan atas dasar informasi di awal tanpa paksaan” atau FPIC dari masyarakat setempat sebelum memulai operasi dan memantau dengan baik implementasi skema kerjasama inti-plasma.
Untuk meningkatkan penyelesaian konflik, laporan ini merekomendasikan perlu dibentuk lembaga mediasi atau desk resolusi konflik di tingkat provinsi atau kabupaten; meningkatkan kapasitas pihak berwenang di tingkat lokal dalam menyelesaikan konflik secara baik; pemerintah lokal agar bisa menjatuhkan sanksi kepada perusahaan yang tidak kooperatif dalam penyelesaian konflik.
Selain itu perlu penegakan hukum yang lebih profesional dan terhindar dari tekanan informal dari aktor bisnis.
Komentar