oleh

Menyoal fenomena pengurangan hukuman koruptor di tingkat PK

Jakarta, jurnalsumatra.com – Ada kekhawatiran yang muncul atas penegakan hukum terhadap para koruptor di Indonesia dalam kurun beberapa waktu terakhir. Mereka yang diharapkan mendapatkan hukuman seberat-beratnya justru memiliki peluang untuk mengurangi masa hukuman.

Sepanjang 2019 hingga 2020, setidaknya sebanyak 23 napi koruptor mendapatkan pengurangan hukuman pada tingkat peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung.

Terdapat nama-nama besar koruptor yang memperoleh “durian runtuh” tersebut, di antaranya Pengacara OC Kaligis yang hukumannya dikurangi dari 10 tahun menjadi 7 tahun, mantan Ketua DPD Irman Gusman yang masa hukumannya menjadi 3 tahun dari sebelumnya 4 tahun 6 bulan.

Kemudian Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar yang memperoleh korting hukuman dari 8 tahun menjadi 7 tahun dan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang memperoleh pemotongan masa hukuman dari 14 tahun menjadi 8 tahun penjara.

Maka, menjadi wajar apabila banyak koruptor yang memutuskan mengajukan PK atas vonis mereka, dengan harapan hukuman dapat berkurang.

Terbukti dalam kurun waktu satu bulan terakhir, terdapat dua napi koruptor yang mengajukan PK, yakni Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan dan mantan Gubernur Jambi Zumi Zola.

Tahapan PK seolah menjadi celah bagi koruptor untuk mencoba peruntungan mengurangi hukuman. Situasi ini pun mengundang sorotan dan kritik dari berbagai pihak, di antaranya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Indonesia Corruption Watch (ICW).

Suramnya pemberantasan korupsi
Fenomena pengurangan masa hukuman koruptor di tingkat PK dianggap sebagai tanda suramnya pemberantasan korupsi di Indonesia. Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan putusan hakim yang kerap ringan terhadap koruptor bisa memiliki implikasi serius.

Hal ini bisa menegasikan nilai keadilan bagi masyarakat yang terdampak korupsi. Selain itu, tren ini membuat kerja aparat penegak hukum yang telah bersusah payah membongkar praktik korupsi menjadi sia-sia.

Dia menilai putusan PK ini telah menjauhkan pemberian efek jera baik bagi terdakwa maupun masyarakat.

Sementara itu, Pelaksana tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri juga berpendapat bahwa pengurangan masa hukuman terpidana korupsi pada tingkatan PK oleh MA bisa memperparah korupsi di Indonesia.

Ali mengatakan bahwa efek jera yang diharapkan dari para pelaku korupsi tidak akan membuahkan hasil karena putusan PK Ini akan semakin memperparah berkembangnya pelaku korupsi di Indonesia..

Ali mengatakan putusan hakim memang harus tetap dihormati, namun fenomena tersebut tidak berkepanjangan. MA harus memberikan perhatian khusus atas banyaknya sorotan terhadap tren pengurangan masa hukuman ini.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed