Survei tersebut dilaksanakan bekerja sama dengan Alvara Strategi Indonesia, The Nusa Institute, Nasaruddin Umar Office, dan Litbang Kementerian Agama.
Akan tetapi, Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafli Amar mengingatkan bahwa menurunnya potensi radikalisme jangan sampai membuat seluruh elemen yang terlibat dalam kerja-kerja kontra radikalisme menjadi berpuas diri dan terlena, namun justru harus terus lebih keras lagi melakukan diseminasi untuk melawan propaganda kelompok radikal intoleran dan radikal terorisme.
Tentu, masyarakat berharap besar dengan kian menciutnya gerak kelompok radikalis dan teroris, apalagi di tengah situasi pandemi COVID-19 yang membuat banyak sektor kehidupan terdampak.
Namun, motif ekonomi, sebagai salah satu pemicu orang terpapar paham radikal mesti pula diwaspadai karena dampak pandemi COVID-19 turut membuat ekonomi masyarakat menjadi serba sulit.
Paham radikalisme dan terorisme memang tidak bisa dihilangkan, bahkan negara maju sekelas Amerika Serikat dan Selandia Baru pun pernah kecolongan dengan kasus terorisme yang menelan banyak korban.
Kelompok teroris juga memiliki banyak cara untuk menyebarkan pahamnya, termasuk melalui dunia maya dengan menyisipkan konten-konten radikal yang mampu membius orang untuk mengikutinya.
Namun demikian, radikalisme dan terorisme bisa dikikis sedikit demi sedikit dengan penguatan pendidikan sejak dini, setidaknya mulai dari lingkup keluarga yang mengajarkan toleransi dan penghormatan atas kemajemukan.
Para pemuka agama juga berperan menyampaikan dakwah yang menyejukkan dan memberikan pemahaman agama secara utuh agar masyarakat tidak mudah terpengaruh dengan ajakan provokasi dari kelompok-kelompok radikalis dan teroris.(anjas)
Komentar