Jakarta, jurnalsumatra.com – Jack Ma dalam pidato terakhirnya pada 24 Oktober 2020 sempat mengatakan bahwa jangan pernah meremehkan pandemi ini. Pandemi adalah sebuah kekuatan yang menghambat kemajuan manusia tak ubahnya perang dunia II.
Pernyataan itu mengandung makna salah satunya bahwa pandemi harus dihadapi dan ditangani dengan amat sangat serius. Termasuk dalam upaya untuk mengakhirinya atau sekadar melandaikan kurva kasus aktifnya.
Namun kemudian timbul pertanyaan apakah vaksin akan menjadi solusi selamanya bagi pandemi. Jawabannya semua orang sadar bahwa vaksin bukan solusi 100 persen karena vaksin hanya untuk membuat kekebalan tubuh saja sementara virus masih akan tetap ada di sekitar kita.
Masyarakat harus disadarkan merekalah yang memegang peran penting dalam penyebaran virus corona. Selama masyarakat abai dengan protokol kesehatan seperti masih senang bekerumun, bebas tanpa masker dan menyelepekan kebiasaan cuci tangan maka upaya vaksinasi menjadi seperti menaburi air laut dengan garam.
Pandemi telah mengubah peradaban, tradisi, dan sejarah sehingga diperlukan sebuah revolusi besar dalam melihat sebuah paradigma sehat. Sehat dalam paradigma yang menyeluruh dianggap terbangun dari tiga fondasi yakni pola hidup yang baik, pola makan yang sehat, dan pola pikir yang positif.
Namun paradigma sehat saat pandemi COVID-19 tidak hanya sekedar itu, tetapi juga perlu penyiapkan imunitas tubuh seperti vaksinasi dan adaptasi sosial yang sehat yaitu menerapkan prinsip protokol kesehatan. Dua hal itu merupakan upaya preventif agar tidak terpapar corona.
Virus corona sebagai makhluk hidup mempunyai kemampuan untuk beradaptasi dan bermutasi sehingga tidak akan aneh jika pengembangan vaksin akan terus menyesuaikan dengan varian virus yang berkembang.
Beruntung Indonesia juga sudah ikut pengembangan vaksin Merah Putih dengan mengambil virus corona dari varian yang ada di Indonesia.
Pseudosains
Indonesia adalah sumber keanekaragaman hayati yang banyak dianggap para herbalis dan pakar pengobatan alternatif sebagai surga penyembuh.
Sayangnya obat-obat alternatif dan jamu-jamu termasuk obat tradisional di dalamnya masih harus menjalani proses panjang untuk tidak dikategorikan dalam pseudosains.
Termasuk di dalamnya upaya pengobatan alternatif yang terkait dengan state of mind seperti hipnoterapi, yoga, dan sejenisnya.
Bahkan pola makan yang memperhatikan waktu cerna tubuh sirkadian kerap kali digolongkan sebagai pseodosains karena belum ada evidance based yang mendasarinya.
Beberapa ada yang menganggap vegan dan vegetarian sebagai pola hidup yang tidak seimbang karena potensi defisiensi unsur hara tertentu terutama vitamin B12. Tanpa melakukan riset mendalam untuk mengetahui fakta yang sebenarnya.
Komentar