Banda Aceh, jurnalsumatra.com – Zakat sebagai sumber pengembangan ekonomi umat menjadi kewajiban yang harus ditunaikan setiap Muslim yang mampu. Keyakinan untuk mengembangkan ekonomi komunitas dimiliki oleh semua Muslim, meski ada sebagian umat yang enggan membayar zakat.
Pada awal perkembangan Islam, perdagangan dan ekonomi belum berkembang seperti saat ini. Acuan menunaikan zakat banyak ditemui dalam Al-Quran, diantaranya surat Al-Anam ayat 141.
Khazanah fikih klasik menyebutkan makanan mengenyangkan yang wajib dizakati selain emas dan perdagangan. Namun, saat ini banyak ulul albab berpendapat semua penghasilan wajib ditunaikan zakat.
Memberikan zakat sebagai berbagi kasih sayang dan kebahagiaan yang diyakini dan ditunjukkan oleh para muzakki dan mustahiq. Fenomena kebahagiaan tersebut terlihat dari pengamatan penulis ketika berkomunikasi dengan para muzakki dan mustahiq baik di Baitul Mal Aceh maupun di desa ataupun di kota.
Kebahagiaan terlihat dari rasa haru dari wajah mereka bahwa telah tercapai cita-cita membantu orang lain atau yang disebut dengan berbagi dengan berzakat.
Demikian juga jika diamati pada para petani, terutama di desa, terlihat kebahagiaan setelah ia mendapatkan hasil panen 6 gunca lebih atau 1.200 kg. Dalam surat Al-An am, ayat 141 disebutkan sebagai berikut:
“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanaman-tanaman yang bermacam-macam rasanya, zaitun dan delima yang serupa dan tidak serupa. Makanlah sebagian buahnya bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetiknya dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.
Awal perkembangan peradaban dan ekonomi manusia modern, penghasilan mereka dari tanaman. Dianalisis ayat 141 surat al-An-am, tanaman yang menjadi sumber penghidupan tempo dulu adalah kurma, delima, zaitun.
Semua tanaman tersebut menghasilkan buahnya pada masa-masa tertentu. Pemahaman yang terkandung selain memakan buah yang beraneka rasa dan warna berbeda untuk kebutuhan dirinya dan keluarga dan sebagian dari kebutuhan tersebut diperuntukkan kepada kaum yang berhak menerimanya.
Jika ditelusuri pemahaman fikih tempo dulu semua makanan yang mengenyangkan wajib memberi zakat. Artinya semua tanaman yang dimakan dan menghasilkan uang sebagai kebutuhan wajib dizakati.
Namun, jika dalam masyarakat Aceh makanan yang mengenyangkan adalah padi maka padi atau beras wajib dizakati. Nah bagaimana kalau delima atau boh geulima wajib diberi zakat.
Komentar