oleh

Kekerasan Domestik Tak Diproses Hukum

Yogyakarta, jurnalsumatra.com – Kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga atau kekerasan domestik, saat ini masih dianggap sebagai aib. Dan para korban beserta keluarganya cenderung merahasiakan dan tidak melaporkan ke aparat kepolisian tindak kekerasan tersebut.

Sikap tertutup itu menjadikan kasus kekerasan rumah tangga tersusun rapi dalam “kotak pandora”. Padahal, kasus demikian cukup tinggi, kejadiannya bisa mencapai 700 kasus per tahun. Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta, Laili Nur Anisah, SH, MH, menyatakan, masyarakat bersama perangkat desa perlu menyadari bahwa menutup rapat tindak kekerasan dalam rumah tangga tidak akan menyelesaikan masalah.

Menurut Laili Nur Anisah, masyarakat perlu memiliki kesadaran terhadap pentingnya pencegahan dan penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga. “Terlebih perangkat desa yang menjadi rujukan dalam menyelesaian masalah untuk warganya,” kata Laili Nur Anisah, Sabtu (2/7/2022).

Mengutip data yang dikeluarkan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk Provinsi DIY, Laili Nur Anisah menegaskan, angka kekerasan dalam rumah tangga di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mencapai 700 kasus setiap tahunnya. “Jumlah kejadian yang sebenarnya diperkirakan melebihi angka tersebut,” tandasnya.

Kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga masih banyak terjadi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. “Tapi para korban tidak melaporkan ke aparat,” jelasnya. Dikatakan Laili Nur Anisah, ada empat bentuk kekerasan dalam rumah tangga mengacu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, yaitu kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan penelantaran rumah tangga.

“Dari data kekerasan rumah tangga di Yogyakarta, kasus terbanyak adalah kekerasan penelantaran rumah tangga dan kekerasan fisik,” ungkap Laili Nur Anisah. Laili Nur Anisah menyatakan, bentuk-bentuk kekerasan rumah tangga itu telah disosialisasikan dan didiskusikan dengan warga dalam pengabdian masyarakat melalui sebuah acara penyuluhan dengan tema “Pemahaman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan dalam Rumah Tangga”.

Menjawab pertanyaan warga dalam dialog tentang cara-cara penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga di lingkungan RT/RW, dia menyatakan, korban dan keluarga serta aparat desa perlu sepakat bahwa kekerasan dalam rumah tangga sudah merupakan wilayah publik. Hal ini diperkuat dengan adanya undang-undang dan peraturan turunannya, seperti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed