oleh

Warga Keluhkan UU Perkebunan

Muba, jurnalsumatra.com – Sejak diterapkannya Undang-Undang Perkebunan tentang larangan membakar Hutan dan lahan pertanian oleh Pemeruntah pusat. Masyarakat petani khusus nya di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) resah dan mengeluh. Karena sulitnya membuka lahan pertanian dengan cara tidak membakar. Sehingga banyak saat ini kebun karet masyarakat yang sudah tua alias tinggal kerangka dan tidak lagi menghasilkan secara secara optimal. Widi Hartanto (35) salah-satu petani karet asal desa Rimba Ukur (C5) mengaku, bahwa kebun karet yang ia sadap saat ini tidak lagi menghasilkan secara optimal.

“Susah pak, nyadap pohon karet yang sudah tua. Sebab kulitnya sudah habis dan nyaris tinggal kerangka. Jadi penyadap karet mau tidak mau menggunakan bambu atau kayu berukuran panjang. Kalau istilah kami petani karet “Mantang Nyontek”(menyadap kulit karet dibagian paling atas dengan cara menyambung pahat dengan bambu atau kayu).”Kata Ungkapnya.  Dijelaskannya, bahwa menyadap dengan ketinggian atau mantang nyontek sangatlah sulit apalagi dimusim hujan. Sebab menurut dia getah karet bisa melele kemana-mana, sehinga tetesan nya tidak masuk kedalam mangkok.

“Dipikir ke lagi nasib masyarakat petani karet, se-andainya bisa diusulkan ini sangat bagus dan sangat perlu dilakukan agar pemerintah pusat juga mereplanting atau meremajakan kebun karet masyarakat.”Harap dia. Menurut Widi, dengan adanya larangan membakar lahan pertanian, kebun karet masyarakat sekarang ini rata-rata tidak lagi  diremajakan. Karena sulitnya membuka lahan pertanian dengan cara tidak membakar.

“Kami petani kecil ini serba salah pak, mau membuka kebun sendiri dengan cara membakar takut ditangkap, tidak dibakar kami kesulitan merawat tanam tumbuh ditengah limbah kayu yang bekas ditebas tebang itu.”Keluhnya. Berdasarkan pantauan dilapangan, sejak diberlakukannya UU Perkebunan tentang larangan membakar lahan pertanian, masyarakat saat ini tidak lagi bersemangat untuk bertani. Sehingga tradisi menanam padi, jagung, sayur mayur diladang semuanya hampir terkikis oleh undang-undang.

Hal ini dilihat dari keseharian masyarakat dipelosok desa yang konon menjual hasil pertanian mereka ke kota kabupten/kecamatan. Sekarang justru berbalik, mereka yang tinggal dipelosok desa justru membeli sayur-mayur yang dijual pedagang keliling (kenyot) dari kota. Sekedar masukan dari wartawan Jurnal Sumatra.com, se-andainya Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin telah sukses melaksanakan program Replanting perkebunan kelapa sawit di Bumi Serasan Sekate ini, kiranya dapat mengajuhkan Replanting kebun masyarakat dan sekaligus menyampaikan keluh-kesah masyarakat petani ke pemerintah pusat. Sebab jika tidak dilakukan, hal ini dikhawatirkan akan berimbas pada perekonomian masyarakat muba kedepan terutama masyarakat petani terlebih lagi dimusim pandemi. (Rafik elyas)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed