oleh

Pengesahan 3 Raperda Jadi Perda Muba Menjadi Sorotan Aktifis

Muba, jurnalsumatra.com – Pengesahan dua raperda usulan pemerintah daerah dan satu raperda inisiatif wakil rakyat DPRD Muba menjadi perda yang diputus dalam tanggapan tiga Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) menjadi Peraturan Daerah (Perda) pada Rapat Paripurna Masa Persidangan I Rapat ke-31 yang diselenggarakan di Ruang Rapat Paripurna DPRD Muba pada Senin (27/11/2023) lalu.

Mendapat sorotan tajam dari beberapa aktifis di Musi Banyuasin. Salah satunya Satoto Waliun alias totok . Pasalnya dalam pengesahan ketiga Raperda tersebut DPRD Muba diduga telah mengabaikan partisipasi masyarakat.
Padahal dalam Peraturan Bupati/Walikota disebut sebagai produk hukum daerah yang merupakan wujud dari Perkada sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 huruf b Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (“Permendagri 80/2015”) dan Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (“Permendagri 120/2018”).

Hak masyarakat dalam penyusunan Perkada telah ditegaskan dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2017 tentang Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (“PP 45/2017”) yang menyebutkan bahwa masyarakat berhak berpartisipasi dalam penyusunan kebijakan daerah yang berbentuk Perkada yang mengatur dan membebani masyarakat. “Dewan terhormat selaku wakil rakyat DPRD Muba khususnya pada pucuk pimpinan dan pimpinan Bapemperda DPRD Muba dalam pembahasan ketiga raperda yakni raperda penyelenggaraan ketertiban umum,raperda penambahan penyertaan modal pemerintah daerah pada PT Bank Pembangunan Daerah Sumsel Babel serta raperda tentang perlindungan dan pemberdayaan petani.

Ironisnya, saat ketiga raperda tersebut dibahas diduga Pimpinan Pansus dan Bapemperda DPRD Muba TIDAK memberikan kesempatan kepada masyarakat Musi Banyuasin untuk dapat menyampaikan partisipasi saran dan masukan pada saat pembahasan tiga raperda tersebut.”Ujarnya. Laki-laki yang sering disebut manusia Toa ini juga mempertanyakan apakah tiga produk peraturan daerah tersebut sudah betul betul berkualitas atau justru setelah diberlakukan nantinya di revisi kembali seperti yang terjadi pada perda pesta malam.

“Terus terang saya selaku masyarakat Musi Banyuasin kecewa atas sikap Dewan yang tidak memberikan ruang Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Perkada,”Tegas totok. Lanjutnya, Hak masyarakat dalam penyusunan Perkada, termasuk Peraturan Bupati/Walikota, juga dijamin dalam Pasal 166 ayat (1) Permendagri 120/2018 yang berbunyi:

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed