Indonesia juga tak lepas dari sasaran serangan siber. Disamping pengguna internet aktif di negara ini mencapai 212 juta (APJII: 2021), server yang dimiliki Indonesia masih terbatas tingkat keamanannya. Terlebih, Indonesia bukan merupakan negara produsen teknologi. Kerawanan dalam hal penyadapan dan pengintaian pada perangkat elektronik masih cukup tinggi.
Dalam konteks perkembangan di atas, Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai garda depan pertahanan nasional perlu menyusun strategi dan inovasi untuk menghadapi cyber war.
Pertama, diplomasi siber aktif. Diplomasi dianggap sebagai jembatan antara diplomasi publik (media) dan diplomasi formal (pemerintah). Diplomasi siber mencakup berbagai agenda diplomatik, seperti membangun komunikasi dan dialog antara aktor negara dan non-negara; pencegahan perlombaan senjata siber; pengembangan norma global; dan promosi kepentingan nasional di dunia siber melalui kebijakan keamanan siber dan strategi keterlibatan. TNI ke depan agar lebih aktif dalam memimpin diplomasi siber.
Kedua, Pengembangan Intelijen Siber. Salah satu cara negara untuk memastikan kelangsungan hidupnya adalah dengan mengumpulkan informasi tentang musuh dan bahkan sekutunya. Di masa lalu, negara-negara mengirim mata-mata untuk mengumpulkan informasi penting dan rahasia.
Saat ini teknologi telah memfasilitasi kemampuan untuk memata-matai, tidak hanya pada pengambil keputusan, tetapi juga pada orang. Negara-negara yang memiliki, dan mampu menghasilkan teknologi baru dapat merekam jutaan panggilan telepon, memantau miliaran email setiap hari, dan menyimpan data pribadi individu. Tapi, tantangan sesungguhnya bagi TNI adalah bagaimana menganalisa data-data yang jumlahnya sangat banyak tersebut untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
Ketiga, Perang Psikologi Siber. Media sosial seperti pedang bermata dua, di satu sisi dapat digunakan untuk memudahkan komunikasi, tetapi di sisi yang lain dapat digunakan sebagai senjata untuk menyebarkan ide dan disinformasi. Oleh karena itu, TNI perlu turut berperan serta menjernihkan media sosial dari upaya-upaya yang mengancam integrasi bangsa.
Urgensi Interoperabilitas
Interoperabilitas dalam dunia militer berkaitan dengan “C4ISR” (Command, Control, Communications, Computers, Intelligence, Surveillance, Reconnaissance) dimana interoperabilitas adalah peningkat kemampuan utama (key enabler) pelaksanaan operasi militer yang efektif, kolaboratif, dan multi-organisasi atau satuan dalam keseluruhan spektrum operasi.
Dalam konteks pertahanan dari serangan siber, interoperabilitas di tubuh TNI tidak hanya berlaku lintas matra, tetapi lintas organisasi pertahanan, organisasi militer internasional dan unit dalam TNI itu sendiri-utamanya unit TNI yang menangani dunia siber. Interoperabilitas antar-layanan dan sistem akan membantu TNI dalam hal kecepatan penerimaan data dan penguatan kerjasama dengan negara-negara lain yang peralatannya sudah maju.
Komentar