Pemerintah juga harus merealisasikan target 12,7 juta hektare perhutanan sosial, agar masyarakat adat atau warga lokal bisa turut menjaga hutan. Selain itu, hutan-hutan yang telah rusak dan terbakar juga perlu direhabilitasi.
Untuk sektor sampah, Koordinator Aliansi Zero Waste Indonesia Yobel Novian Putra mengatakan pengelolaan seharusnya dilakukan secara menyeluruh sejak dari produksi hingga konsumsi. Seyogyanya memang pengelolaan sampah harus difokuskan sejak dari hulu alias produsen dengan menegakkan Extended Producer Responsibility (EPR) yang mewajibkan mereka mengubah desain kemasan dari sekali pakai menjadi isi ulang.
“Dari sisi hilir atau konsumen, mereka perlu difasilitasi mendaur ulang sampahnya dan berikan sanksi tegas harus dijatuhkan bagi mereka yang tidak memilah sampah,” katanya.
Pemerintah perlu mengevaluasi penggunaan teknologi pembakaran sampah atau thermal incinerator yang menghasilkan emisi dan abu yang serius berdampak pada kesehatan, dan mengarahkan masyarakat melakukan pengomposan sampah domestik sehingga volume bisa berkurang.
Saat ini, ada 514 tempat pembuangan akhir (TPA) sampah kota/kabupaten yang masih memberlakukan sistem terbuka (open dumping) dan diproyeksikan melepas gas metana 296 MT CO2e pada 2030. Karenanya, ia mengatakan pemerintah perlu mengontrol pelepasan gas metana di sana.
Sementara analisis Climate Policy Initiative (CPI) Brurce Mecca mengatakan, pemerintah perlu membuat kebijakan yang menarik bagi investasi hijau. Misalnya dengan memberi insentif bagi investasi hijau dan disinsentif bagi investasi sektor kotor bagi pemerintah daerah, sehingga dapat mengarahkan Dana Alokasi Umum atau Dana Alokasi Khusus digunakan untuk penganggaran energi hijau yang mampu menggaet investasi hijau swasta dan luar negeri.(anjas)
Komentar