Ekowisata itu murah
Ada anggapan bahwa berwisata ke alam artinya tidak perlu mengeluarkan uang banyak untuk menginap di hotel dengan fasilitas bagus atau untuk makan di restoran. Jadi, sudah pasti biayanya akan lebih murah daripada jalan-jalan ke kota.
Rupanya anggapan ini tak benar. Ekowisata justru cenderung memakan banyak biaya. Diyah mencontohkan, kalau suatu tempat wisata dibuka secara besar-besaran, tiket masuknya akan lebih murah. Sedangkan pada destinasi ekowisata yang jumlah pengunjungnya dibatasi, biayanya akan lebih tinggi.
“Pembatasan pengunjung penting dilakukan agar alam tidak rusak. Dampaknya, pemasukan pengelolanya juga terpengaruh. Dana ini bukan hanya untuk pengelola, melainkan disebar untuk berbagai aspek. Sebagian besar untuk pemeliharaan tempat, sebagian juga untuk kas pemberdayaan masyarakat.”
Pertanyaannya, kalau alamnya dibiarkan alami dan tempat itu tak punya fasilitas yang perlu dirawat, mengapa perlu banyak dana untuk pemeliharaan? Diyah menjelaskan, justru karena tempat itu merupakan tempat alami, banyak orang bisa asal saja mengambil sesuatu dari hutan. Misalnya, mengambil kayu. Agar hal seperti itu tidak terjadi, perlu ada penjaga hutan atau ranger.
Ada pula yang bertugas untuk membersihkan jalur jalan, misalnya ketika ada pohon yang tumbang karena angin. Mereka akan memotong batang pohon, sehingga jalanan bisa dilewati oleh warga.
Diyah menjamin, meski terbilang cukup mahal, pengalaman pergi ke area berkonsep ekowisata pasti akan sepadan dengan biayanya.
Kegiatan di lokasi ekowisata tak beda dari tempat wisata umum
Kalau sama-sama ke hutan, meski yang satu menerapkan konsep ekowisata dan satunya lagi tidak, artinya kegiatan yang bisa dilakukan akan sama saja. Tidak demikian, kata Diyah. Di lokasi wisata berkonsep ekowisata, Anda juga bisa melakukan banyak kegiatan yang menyenangkan.
Diyah bercerita, ketika pergi ke Tangkahan, ia menemukan hutan yang masih sangat alami. Tidak dibuat apa-apa di dalamnya. Ada jalan setapak tanah yang kecil, tanpa dilapisi bebatuan. Di tengah hutan ia bertemu babi dan monyet. Di ujung hutan terdapat sebuah sungai.
“Kami kembali lagi ke perkampungan dengan duduk di ban, bukan speedboat. Jadi, tidak ada kegiatan yang merusak alam.”
Bagi pengunjung, tersedia rumah-rumah ramah lingkungan yang dilengkapi toilet. Pengunjung bisa memilih akan menginap di bangunan yang sudah disediakan warga, atau homestay di rumah warga.
“Menginap di hutan juga bisa. Ada area yang bisa digunakan untuk membangun tenda, tanpa membuka lahan. Di area sungai sering kali ada area bebatuan yang bisa dijadikan lokasi kemping. Atau, ada sejumlah area lapang di bawah pepohonan,” kata Diyah.
Komentar