Lemahnya aturan hukum terkait hal-hal yang dituliskan di atas mendorong kemunculan banyaknya praktik penyebaran dan penyalahgunaan data pribadi pengguna pinjol ilegal yang melanggar hukum.
Menurut Arif, sebenarnya ada sejumlah aturan hukum yang dapat mengatasi dan memberikan keadilan bagi para korban pinjol. Ada Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang bertuliskan, “penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang bersangkutan,” dan “setiap orang yang dilanggar haknya sebagaimanana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini.”
Selain itu, ada pula penjelasan yang sebenarnya telah melarang tindakan penyebaran data pribadi atau informasi elektronik milik orang lain dalam Pasal 32 UU ITE. Para penyebar data pribadi atau informasi elektronik dengan cara apa pun tanpa persetujuan pihak pemilik data adalah mereka yang tergolong melawan hukum.
Akan tetapi ironisnya, menurut Arif, penegakan hukum terhadap penyalahgunaan data pribadi milik masyarakat yang menjadi korban pinjol ilegal masih lemah. Sejak tahun 2018, LBH Jakarta mulai menangani berbagai aduan masyarakat di Tanah Air terkait pinjol ilegal. LBH Jakarta memberikan bantuan hukum, mulai dari konsultasi, pemberdayaan hukum, hingga pendampingan terhadap beberapa kasus pinjol ilegal yang memenuhi persyaratan mereka.
Dari berbagai kasus yang ditangani itu, lanjut Arif, akar persoalan pinjol ilegal adalah buruknya aturan pinjaman yang dimuat dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 77/POJK.01/2016. Aturan tersebut masih rentan untuk disalahgunakan oleh pihak pinjaman online karena besarnya kewenangan yang diberikan OJK kepada mereka. Namun di sisi lain, peran dalam pengawasan dan perlindungan bagi para pengguna pinjaman itu masih lemah diberikan oleh OJK.
“Ketentuan tersebut mestinya dapat digunakan aparat penegak hukum untuk kasus penyalahgunaan data pribadi oleh siapa pun, termasuk provider pinjaman online illegal,” kata Arif.
Ia pun menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi mendesak untuk segera disahkan agar mampu memberikan payung hukum dalam melindungi data pribadi masyarakat. Tidak adanya perlindungan terhadap data pribadi tidak hanya mendatangkan kerugian dari sisi ekonomi, melainkan juga berdampak pada hilangnya pelindungan terhadap hak-hak dasar individu warga negara.
Kurangnya kesadaran masyarakat
Selain persoalan lemahnya hukum, kurangnya kesadaran masyarakat terhadap perlindungan data pribadi juga menjadi faktor penambah luasnya penebaran “jaring” jebakan pinjol ilegal.
Komentar