Sangat signifikan
Mengamati peran sektor hulu migas saat ini, agaknya kita bisa menoleh ke belakang sejenak tentang peta kondisi sumber energi di Indonesia.
Data dari Energi Outlook Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, menunjukkan, Indonesia sudah menjadi net importir minyak bumi sejak 2004 atau terancam jadi net importir gas bumi di 2028. Lalu, net importir energi pada 2032 dan net importir batubara pada 2038.
Ancaman ini, agaknya bisa menjadi kenyataan apabila cadangan energi fosil terus dieksploitasi dan tak ada eksplorasi energi baru terbarukan yang menjadi andalan. Artinya memang, sudah waktunya Indonesia, serius beralih ke energi terbarukan, seperti energi surya ini.
Namun, peralihan dari energi fosil ke EBT alangkah baiknya jika diperhitungkan dengan sangat cermat oleh pemerintah sehingga Indonesia tidak menjadi net importir minyak bumi, gas bumi, dan bahkan batu bara.
Pemerintah menargetkan Indonesia memanfaatkan EBT sebanyak 23 persen pada 2025 dan jika hal itu tercapai, maka peran energi fosil saat itu masih sekitar 70 persen.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, dalam sebuah webinar, baru-baru ini, mengungkapkan, sektor energi ini masih menguasai hajat hidup orang banyak dalam arti yang sesungguhnya.
Untuk itu diperlukan kehati-hatian agar dalam upaya transisi energi ini jangan sampai berbalik jadi disinsentif bagi perekonomian nasional.
Jika ada masalah bagi ekonomi nasional, maka kebijakan umum yang akan ditempuh adalah impor, sehingga neraca perdagangan nantinya bermasalah dan bisa berdampak pada nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, cukup dalam.
Patut diingat, adalah struktur nasional ekonomi Indonesia hingga saat ini masih ditopang oleh struktur bahan baku dan bahan penolong impor.
Jika nilai tukar terganggu maka produk dan jasa juga akan mengalami kontraksi seperti yang terjadi pada krisis ekonomi moneter pada 1998. “Peran migas itu bisa menjadi pintu masuk ke arah krisis, kalau pemerintah tidak hati-hati,” kata Komaidi.
Apalagi, data ReforMiner Institute menyebut, hingga saat ini struktur ekonomi Indonesia terdapat sedikitnya 185 subsektor, mulai dari pertanian, perkebunan, termasuk pertambangan. Mereka berada di belakang hulu migas sekitar 73 sektor dan di depannya sebagai pengguna 45 sektor.
Jika kegiatan hulu migas bermasalah, maka sebetulnya bukan hanya hulu migas yang bermasalah, tapi ada di belakangnya 73 sektor ikut bermasalah dan 45 sektor di depan juga bermasalah.
Kemudian, kendati ada pendapat pengambil kebijakan yang menyebutkan, bahwa kalau hulu migas Indonesia tak berproduksi tetap bisa impor.
Komentar