oleh

Mundardjito, sang pembaru arkeologi itu, berpulang

Lingkup pergaulan Mundardjito yang luas, membuatnya dapat dengan mudah menggunakan ilmu-ilmu lain untuk membantu pemecahan masalah arkeologi. Seperti misalnya perubahan lingkungan, yang dapat menjadi salah satu jawaban penyebab terjadinya perubahan kebudayaan manusia di masa lampau.

Mundardjito pula yang dengan kepekaannya melihat kebutuhan mahasiswa arkeologi untuk menguasai metode-metode arkeologi, yang pada gilirannya membuat ia menggagas mata kuliah metode arkeologi.

Opini positif juga muncul dari salah satu mantan murid Mundardjito yang saat ini berkarier sebagai Manajer Departemen Permuseuman, Emirat Ras Al Khaimah, Uni Emirat Arab, Annissa Maulina Gulton.

Annissa menilai jiwa raga Mundardjito sudah diserahkan kepada pelestarian Benda Cagar Budaya (BCB).

Dalam pandangan Annissa, bertambahnya usia sama sekali tidak membuat Mundardjito mengendur dalam upaya-upaya nyatanya di bidang pelestarian.

“Pak Otti tiap respons masalah pelestarian, hasilnya jadi ada sesuatu gitu atau memulai solusi jangka panjang, ya Muara Jambi masih belum sempurna, tapi jadinya terbentuk tim ahli Cagar Budaya, program studi arkeologi (UI) buka Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di Jambi,” tutur Annissa.

Muara Jambi hanya salah satu situs cagar budaya yang mendapat perhatian Mundardjito. Di luar itu, rekam jejaknya dalam perjuangan pelestarian BCB sudah terentang panjang.

“Kalau ada orang ngaco (sehingga berpotensi merusak BCB, red.), maunya ditanggapin di ranah ilmiah, di panggung akademika,” kata Annissa mengambil acuan masalah piramida Gunung Padang atau pembangunan Pusat Informasi Majapahit di Trowulan yang heboh beberapa tahun silam.

Pendapat senada juga dituturkan dosen arkeologi UI Dian Sulistyowati yang dalam beberapa kesempatan pernah bekerja sama dengan Mundardjito.

“Konsistensi dan etika profesi merupakan dua hal dari sekian banyak hal yang patut dicontoh dari beliau. Beliau tidak cuma berbicara tetapi juga memberikan contoh berupa sikap dan kesungguhan dalam menjaga kemurnian ilmu arkeologi, satu hal yang patut dicontoh oleh kita semua, atau paling tidak oleh kami generasi penerus di bidang yang langka ini,” papar Dian.

Di luar sejumlah kiprah dan pencapaiannya, jangan bayangkan Mundarjito sebagai sosok kolot nan menyeramkan. Ia tetap manusia biasa yang suka berdialog dan berbagi cerita dengan mitra-mitranya yang kebanyakan jauh lebih muda.

“Beliau tidak hanya kaya akan pengalaman sebagai arkeolog, tetapi juga sebagai manusia. Dan pengalaman inilah yang seringkali beliau bagikan kepada kami dalam bentuk nasihat yang diselipkan lewat kisah-kisah reruntuhan bata, atau di balik dinding-dinding pemugaran, atau lewat pesan singkat di malam-malam yang telah lewat,” ucap Dian.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed