“Kami memilih Komunitas Tupalo untuk program perdana ini, karena sejauh ini mereka punya geliat bagus dengan menghelat berbagai kegiatan seni rupa dan budaya di kampung halamannya,” kata Titik saat pembukaan pameran.
Menurut dia, kegiatan Tupalo tidak hanya melibatkan seniman, tetapi juga membuat masyarakat luas dan elemen lain di luar seni rupa berpartisipasi.
Pameran pada program Luar Peta mulanya hendak digelar pada 2020, namun tertunda karena pandemi COVID-19.
Selanjutnya, ia mengungkapkan RuangDalam Art House akan “berburu” komunitas lainnya yang akan ditawarkan program Luar Peta.
Seniman dan pemilik Sangkring Art Space Yogyakarta, Putu Sutawijaya yang membuka pameran itu, memberi apresiasi besar bagi Komunitas Tupalo.
“Semangat teman-teman dari sudut Pulau Sulawesi ini, kita patut mengapresiasinya. Saya berterima kasih kepada RuangDalam Art House, yang telah membawa ke Yogyakarta, mendekatkan kepada kantong-kantong kebudayaan. Harus membangun jaringan, punya partner di luar Gorontalo kalau ingin melakukan sesuatu. Saya ingin sekali memberikan kesempatan pada Tupalo ke Sangkring, Ini salah satu cara biar teman-teman bisa konsisten,” ujarnya.
Menurut dia, seni rupa di Indonesia masih sangat diskriminatif, karena hanya selalu bicara antara Jawa dan Bali.
“Teman-teman Gorontalo menunjukkan dirinya, dengan proses inilah kita bisa mengenal potensi seni rupa ada di luar Jawa dan Bali,” tambahnya.
Seni memang tak hanya untuk dipajang dan dinikmati.
Namun, ia memiliki banyak fungsi, bahkan dapat untuk menghapus diskriminasi dalam berbagai ruang dan waktu.(anjas)
Komentar