Malra, Maluku, jurnalsumatra.com – Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Maluku sedang menyelidiki adanya aktivitas pengambilan telur ikan terbang di Perairan Maluku Tenggara (Malra) maupun Kota Tual secara ilegal oleh nelayan dari luar provinsi itu.
“Informasi yang kami peroleh dari masyarakat bahwa di Perairan Kota Tual tepatnya di Tayando, dan di Malra, yakni Tanimbar Kei dan Ur Pulau, bahwa nelayan luar daerah yang berasal dari Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara kini melakukan aktivitas pengambilan telur ikan terbang,” kata Kepala Kantor Cabang DKP Maluku untuk Tual, Tommy Bella di Tual, Senin.
Ia menjelaskan Perairan Malra seperti di Kei Kecil maupun Kei Besar, sejak lama dikenal sebagai lokasi bertelurnya ikan terbang atau ikan torani. Setiap tahun nelayan melakukan pengambilan telur ikan terbang pada periode Maret hingga Oktober, dengan cara menyediakan tempat bertelur yang terbuat dari daun kelapa.
“Bila pengambilan telur ikan terbang itu dilakukan secara masif dan tidak terkontrol dikhawatirkan akan mengganggu kelangsungan hidup ikan terbang di daerah Maluku Tenggara dan Kota Tual ini,” katanya.
Ia menjelaskan untuk dapat beroperasinya kapal-kapal nelayan luar provinsi di wilayah diatur dalam nota kesepahaman (MoU) antara kedua daerah, dalam hal ini Pemerintah Sulawesi Selatan dan Provinsi Maluku, serta Pemerintah Sulawesi Tenggara dengan Provinsi Maluku, yang ditindaklanjuti dengan adanya Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara DKP daerah terkait.
Sejauh ini MoU antara Pemprov Maluku dan Sulawesi Selatan sudah ada, namun belum ada PKS. Sedangkan untuk Maluku dan Sulawesi Tenggara belum ada MoU maupun PKS sama sekali.
“Sekalipun sudah ada MoU namun belum ada PKS maka mereka tidak boleh beraktivitas, dan jika kini mereka beroperasi di daerah ini sesuai informasi yang kita dapatkan, maka dapat kita katakan mereka ilegal,” katanya.
DKP Maluku sendiri belum mengeluarkan persetujuan PKS dengan DKP Sulawesi Selatan di tahun 2021, karena pertimbangan utamanya yakni surat edaran dari Bupati Malra dan Wali Kota Tual yang melarang nelayan dari luar masuk ke daerah ini akibat pandemi COVID-19.
Menurut dia aktivitas nelayan luar daerah dari tahun ke tahun terus berulang meski pihaknya sudah melakukan patroli dan kegiatan edukasi. DKP Maluku sudah pernah menahan beberapa kapal yang berasal dari Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan, namun sanksinya baru berupa pembinaan dan menyuruh mereka pulang ke daerahnya.
“Untuk tahun 2021 ini, kita telah patroli namun belum menemukan mereka karena ketika kita turun pengawasan laut sepi dan tidak tahu mereka berkumpulnya di mana, sehingga informasi sangat kita butuhkan dari masyarakat,” ujarnya.
Komentar