oleh

Anggota DPR pertanyakan pengurangan hukuman terpidana narkoba

Jakarta, jurnalsumatra.com – Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto mempertanyakan putusan Pengadilan Tinggi (PT) Bandung yang mengurangi hukuman enam terpidana kasus narkoba menjadi hukuman belasan tahun, padahal sebelumnya mendapat vonis hukuman mati, di Pengadilan Negeri Cibadak pada 6 April 2021.

“Untuk kejahatan luar biasa narkoba dengan barang bukti sedemikian besar, pengurangan hukuman yang dilakukan oleh PT (Pengadilan Tinggi) Bandung tentu cukup mengagetkan dan menimbulkan tanda tanya besar,” kata Didik Mukrianto dalam keterangannya, di Jakarta, Senin.

Didik mengatakan hukuman mati bagi pelaku kejahatan narkoba bukan hanya untuk memberikan hukuman setimpal atau pun untuk memberikan efek jera semata.

Namun, menurut dia, hukuman mati tidak kalah penting yaitu untuk melindungi masyarakat dan menyelamatkan anak-anak bangsa dari bahaya penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang.

“Indonesia telah terikat dengan Konvensi Internasional Narkotika dan Psikotropika yang telah diratifikasi menjadi hukum nasional dalam Undang-Undang Narkotika. Karena itu Indonesia berkewajiban menjaga warganya dari ancaman jaringan peredaran gelap narkotika skala internasional, dengan menerapkan hukuman yang efektif dan maksimal,” ujarnya.

Dia menjelaskan, dalam konvensi internasional itu, Indonesia telah mengakui kejahatan narkotika sebagai kejahatan luar biasa, sehingga penegakan hukum butuh perlakuan khusus, efektif, dan maksimal.

Menurut dia, salah satu perlakuan khusus tersebut, yakni dengan cara menerapkan hukuman berat pidana mati.

Didik menilai meskipun independensi hakim harus dihormati, namun pengurangan hukuman kejahatan narkoba yang melibatkan 402 kg sabu-sabu dapat mengusik nalar dan logika sehat publik.

“Tidak bisa dibayangkan daya rusak sabu-sabu 402 kilogram tersebut terhadap generasi bangsa kita, kejahatan yang tidak termaafkan. Masih ada langkah jaksa untuk melakukan kasasi, untuk keadilan dan untuk melindungi kepentingan generasi yang lebih besar lagi jaksa harus kasasi,” katanya pula.

Dia meminta masyarakat mengawasi setiap perilaku hakim, jika masyarakat melihat ada perilaku hakim yang tidak sepantasnya, apalagi terbukti menoleransi kejahatan atau bahkan ikut menjadi bagian kejahatan termasuk kejahatan narkoba, masyarakat dapat melaporkan ke pihak yang berwajib atau kepada Komisi Yudisial.

Anggota Komisi III DPR Supriansa menyindir keluarga hakim yang memutus perkara tersebut tidak terjerat narkoba.

“Semoga hakim yang sering memutus perkara narkoba dengan hukuman rendah tidak ada keluarganya yang terjangkit narkoba. Karena dia baru sadar nanti kalau ada keluarganya kena baru tahu rasa bagaimana bahayanya narkoba dan sejenisnya, ujung perjalanan pecandu narkoba adalah gila, penjara, dan kuburan,” ujarnya.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed