Palembang, jurnalsumatra.com – Salah satu tradisi Palembang yang saat ini sudah jarang ditemukan, bahkan hampir dilupakan, yaitu tradisi “Nedokke 7 Jando di Rumah Baru. Zaman dulu di Palembang kalau kita mau pindah kerumah baru, maka sebelum menempati rumah baru kito, ada budaya di Palembang mengumpulkan 7 orang janda untuk tinggal di rumah baru kita, dulu malah ada ketua jandanya yang membantu orang mau mau pindahan rumah ini untuk mengumpulkan 7 janda tersebut.
Menurut Sultan Palembang, Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jaya Wikrama R.M.Fauwaz Diradja,S.H.M.Kn menilai tradisi tersebut cukup positip untuk memberikan santunan dan memperhatikan para janda-janda yang kekurangan tetapi yang diutamakan janda-janda dari keluarga sendiri. “ Tradisi itu tidak ada lagi, biasanya sekarang yasinan kalau mau pindah rumah baru di Palembang, kalau mau dihidupkan lagi tradisi ini cukup bagus untuk menyantuni janda-janda yang memiliki anak yatim,” katanya, Ahad (30/5/2021).
Janda-janda yang dipilih ini menurutnya yang sudah haji, yang bisa mengaji dan janda yang memiliki kemampuan supaya menasehati dan memberikan masukan positip kepada pemilik rumah. “Janda-janda ini mengaji dan membantu tuan rumah dan tidurnya misah dan tidak bergabung dengan tuan rumah, jadi bukan hal yang negatip dan biasa janda-janda ini tinggal dirumah baru itu seminggu,” kata pria yang berprofesi sebagai notaris dan PPAT ini.
Sedangkan Kemas Haji Masud Khan yang merupakan tokoh adat di Palembang masih mengingat tradisi Niduke Tujuh Jando di rumah baru di tahun 1970 an dimana rumah yang ia tinggali saat ini dilakukan tradisi tersebut.
“Alhamdulillah rumah itu rezekinya cukup, tidak ada bentrokan. Proses itu mendatangkan kebaikan, tentunya atas ijin Allah. Adat istiadat itu diyakini proses supaya berkah.Selama ini juga belum diangkat tentang tradisi Niduke Tujuh Jando di Rumah Baru, sehingga orang juga banyak nggak tahu. Maka kami ingin menginformasikan bahwa ini tradisi yang unik dan langkah,” katanya ketika ditemui di Istana Adat Kesultanan Palembang Darussalam beberapa waktu lalu.
Sedangkan budayawan Palembang Vebri Al Lintani melihat tradisi Niduke Tujuh Jando di rumah baru ini bukan tradisi Islam tapi hanya adat yang dilakukan masyarakat Palembang. “Kenapa harus janda? Janda-janda ini tentunya banyak pengalaman hidup. Kalau bilang janda kebanyakan berpikir lain. Padahal itukan takdir, misal ditinggal suami mati,” katanya.
Menurut Vebri, kesabaran dan ketabahan janda itu satu nilai kebaikan dalam Islam. Bahwa dia mampu menahan dan menjaga dirinya. “Itu nilainya yang baik, dari pengalaman hidupnya itulah yang mungkin tidak dirasakan orang lain. Tujuh janda ini bukan sembarang janda, melainkan orang-orang yang terpilih,” katanya.
Komentar