Perjalanan hidup Teguh
Teguh Esha memiliki nama lengkap Teguh Slamet Hidayat Adrai. Pria kelahiran Banyuwangi, Jawa Timur pada 8 Mei 1947 ini anak ketujuh dari delapan bersaudara. Dua saudaranya yakni sang kakak Kadjat Adrai dan Djoko Prayitno menggumuli dunia jurnalistik dan sastra.
Pria yang pernah menjadi mahasiswa Fakultas Ilmu-ilmu Sosial, Departemen Ilmu Politik, Universitas Indonesia dan menjabat sebagai Ketua IMADA (Ikatan Mahasiswa Jakarta) tahun 1973-1975, Wakil Sekretaris Jendral SOMAL (Sekretariat bersama organisasi-organisasi mahasiswa lokal di Indonesia) tahun 1975-1976 itu bersama Kadjat paling dikenal dan produktif menulis novel di tahun 1970-an dan 1980-an.
Karya-karya mereka banyak diangkat menjadi skenario film nasional, salah satunya “Ali Topan Anak Jalanan” yang diadaptasi dari novel berjudul serupa.
Novel “Ali Topan Anak Jalanan” (dirilis pada 1977) inilah yang mengangkat nama Teguh ke puncak popularitas sebagai sosok pengarang penting Indonesia pada masanya.
Lewat novel itu, Teguh memperlihatkan sikapnya yang bebas, dengan gaya bahasa yang kuat dan orisinil. Ia menceritakan dengan lancar kehidupan anak muda Ibukota. Pembangunan watak-watak tokohnya menunjukkan pengetahuannya yang luas mengenai kehidupan serta aspirasi kalangan muda kota MetropolitanJakarta.
Tak hanya versi novel dan film, “Ali Topan Anak Jalanan” juga dihadirkan dalam versi sinetron.
Selain “Ali Topan Anak Jalanan”, Teguh juga diketahui mengeluarkan novel “Ali Topan Detektif Partikelir” (1978), “Dewi Beser” (1979), “Dari Januari sampai Desember” (1980), “Izinkan Kami Bercinta (1981)”, “Anak Gedongan” (1981), “Dan Penembak Bintang” (1981) dan “Ali Topan Wartawan Jalanan” (2000) .
Teguh Esha mengembuskan napas terakhir pada Senin (17/5) pukul 05.30 WIB di RS Suyoto, Bintaro, Jakarta setelah dirawat sejak 10 Mei 2021 akibat COVID-19. Dia dimakamkan pukul 14.30 WIB dimakamkan di TPU Tanah Kusir dengan protokol COVID-19.
“Saya terakhir kontak dengan ayah tanggal 10 Mei itu melalui telepon. Maklum, karena positif pihak RS melarang keluarga besoek,” ujar putra sulung Teguh, Muhammad.
Menurut Muhammad, mendiang Teguh memiliki penyakit penyerta (komorbid) diabetes dan pernah mendapat serangan stroke.
“Sejak dirawat di RS tidak ada kontak dengan almarhum. Tadi sekitar jam 5 subuh lebih sedikit pihak RS mengabarkan ayah sudah tiada,” kata Muhammad.
Mendiang Teguh meninggalkan seorang isteri, Ratnanindia Irawati, tujuh anak putra-putri, serta seorang cucu. Muhammad mengatakan, ayahnya sempat berwasiat agar anak dan cucunya rajin membaca Al-Quran.(anjas)
Komentar