oleh

Inspektorat Jenderal Kementan kunjungi PTPN XI

Surabaya, jurnalsumatra.com – Tim inspektorat III Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian mengunjungi PT Perkebunan Nusantara XI, tujuannya melakukan pengawalan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) pengembangan tebu dan peningkatan produksi, produktivitas, serta rendemen di Jawa Timur.

Anggota Tim inspektorat III Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian, Rifki Ariefianto usai mekakukan kunjungan di Surabaya, Selasa mengatakan, tujuan tim juga untuk menjaring persoalan dari berbagai sudut, yakni dari pelaksana dinas perkebunan, pabrik gula (PG) dan petani, sehingga mengetahui bagaimana cara mencapai swasembada gula.

“Kami juga mendapat informasi berdirinya PG yang tidak diimbangi dengan peluasan areal, ini apa sudah ada regulasi atau sudah ada tapi implementasinya belum. Diharapkan dari kegiatan ini ada masukan terkait permasalahan tersebut dengan diskusi,” kata Rifki.

Pihaknya, kata Rifki, juga berencana menggelar Focuss Group Discussion dengan menghadirkan perwakilan pelaku industri gula di Jawa Timur akhir bulan ini.

SEVP Operation PTPN XI, Agus Setiono mengatakan saat ini, PTPN XI memiliki kapasitas terpasang sebesar 41.550 TCD dengan target produksi 304 ribu ton GKP.

“Kami juga telah menjalin kemitraan dengan petani tebu, selain membantu aspek permodalan juga bibit tebu sehingga bisa memperbaiki kualitas varietas dan produktivitas petani,” katanya.

Terkait kondisi saat ini yang dihadapi industri gula di Jawa Timur yakni kekurangan bahan baku tebu (BBT), Agus mengaku hal itu karena terjadi alih fungsi lahan, serta terjadi perubahan komoditas yang ditanam hingga menjadi lahan non produktif.

“Alih fungsi lahan tersebut menyebabkan jumlah bahan baku tebu menurun, perubahan lahan sawah menjadi tegalan juga berpengaruh terhadap produktifitas. Ditambah dengan Pabrik Gula swasta baru, yang belum diikuti dengan pengembangan areal, sehingga pada saat giling ada perebutan BBT dengan PG Eksisting yang sudah mengembangkan kemitraan dengan petani tebu,” katanya.

PG baru masuk ke tebu rakyat mitra yang berdampak pada kapasitas giling PG mitra eksisting dan berpengaruh terhadap pola tebang dan giling.

“Dan ini berdampak merusak pola kemitraan dengan transaksional,” katanya.

Sedangkan terkait dengan adanya kesenjangan antara jumlah produksi dengan kebutuhan konsumsi, Agus mengaku telah melakukan opsi importasi raw sugar yang bisa menjadi solusi jangka pendek.

“Beberapa pandangan kami mulai regruping lahan petani, sehingga memungkinkan mekanisasi yang berdampak pada pengendalian biaya garap, penyediaan bibit yang berkualitas, serta pembentukan kelembagaan petani yang akan memperkuat petani,” katanya.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed