Harga gabah pada April 2021 hanya Rp3.200 per kg, padahal pada musim panen Desember 2020 masih bertahan Rp3.600 per kg.
Dengan kondisi seperti ini, persoalan yang dihadapi petani diharapkan menjadi perhatian pemerintah.
Ilham merincikan, saat ini setidaknya petani membutuhkan modal Rp10 juta untuk menggarap lahan seluas 1 Ha yang digunakan untuk biaya sewa alsintan, pembelian benih dan pupuk serta upah kegiatan pasca panen, dll.
Sementara pendapatan yang diterima dari produksi 6 ton GKG/Ha yang menghasilkan 3,5 ton beras (rendemen 56 persen) terbilang tak sebanding. Dengan harga Rp7.000/Kg maka hanya memperoleh Rp24.500.000.
Setelah dikurangi biaya produksi sebanyak Rp10 juta maka petani hanya mendapatkan pendapatan bersih Rp14.500.000. Dan, jika dibagikan 100 hari (satu kali masa tanam) maka petani setiap hari hanya berpendapatan Rp145.000.
Penurunan harga gabah ini sontak tergambar pada nilai tukar petani (NTP). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Sumsel diketahui Indeks NTP pada Desember 2020 hanya 97,71 atau tidak mencapai angka 100, sementara pada November 2020 mencapai indeks 99,05.
“Jika Indeks NTP tidak sampai 100, artinya petaninya rugi,” kata Kepala BPS Sumsel Endang Tri Wahyuningsih.
Pada musim panen Maret 2021, indeks NTP padi juga melorot yakni hanya 97,14. Kondisi ini berbanding terbalik dengan NTP sektor perkebunan dan peternakan yang mampu mencatat indeks di atas 100.
Tunda jual
Terkait kondisi anjloknya harga gabah ini, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan menyarankan petani menunda untuk menjual hasil produksi.
Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumsel Raden Bambang Pramono mengatakan jika pun petani terpaksa menjual gabahnya, disarankan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sementara waktu saja.
Saat ini harga gabah sedang anjlok, yang mana harganya jauh dari harga pembelian pemerintah (HPP). Penyebabnya, karena terjadi peningkatan produksi padi karena terjadi panen yang serentak di sejumlah daerah.
Namun, pemerintah terus berupaya agar harga gabah ini kembali stabil, diantaranya dengan memperbaiki tata kelola pasca panen.
Berdasarkan angka statistik 2020, produksi gabah Sumsel mencapai 2,71 juta ton atau setara dengan 1,47 ton beras.
Sedangkan untuk konsumsi per tahun dengan jumlah penduduk 8,24 juta jiwa maka hanya membutuhkan 850 ribu ton beras per tahun atau masih surplus di kisaran 900 ribu ton beras. Adapun proyeksi panen hingga April 2021 diperkirakan produksi petani akan mencapai 774 ribu ton GKG atau setara 400 ribu ton beras.
Komentar