oleh

Tipikor Polres Muba Akan Tindaklanjut Penyimpangan Bedah Rumah

Muba, jurnalsumatra.com – Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) reskrim  Polres Musi Banyuasin akan menindaklanjuti laporan Lembaga Swadaya Masyarakat, Pengawasan Pembangunan Sumatera Selatan (LSM- PP Sumsel) tentang dugaan penyimpangan dalam kegiatan bedah rumah di Kecamatan Lalan, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba). “Surat sudah masuk pak, akan kami tunjut (tindaklanjut) ke lalan. “Demikian kata Kanit Tipikor Polres Muba IPDA Jon Kanedi, SH, M.si, saat dikonfirmasi wartawan Jurnal Sumatra.com, melalui Via WhatsApp Senin (29/3/2021) pagi.

Seperti diberitakan Jurnal Sumatra.com sebelumnya. Kegiatan bedah rumah di Kecamatan Lalan, Kabupaten Muba yang bersumberkan Dana Desa pada tahun anggaran 2019 lalu diduga menjadi ajang korupsi. Hal ini diketahui setelah Tim investigasi LSM Pengawasan Pembangunan Sumatera Selatan (PP Sumsel) turun kelapangan dan menemukan sembilan desa dalam Kecamatan Lalan yang melaksanakan kegiatan bedah rumah bersumberkan Dana ADDK tahun 2019 yang tidak dikerjakan dengan spesifikasi standar kelayakan.

Standar pelaksanaan pemberian bantuan juga beragam. Ada yang diberi dalam bentuk uang cash, dikerjakan pihak ketiga dan menerima rumah sudah jadi dengan nilai diduga sangat jauh dari pagu anggaran yang katanya sebesar Rp33 juta untuk satu unit rumah. Tapi anehnya, meski kegiatan tersebut terkesan dikerjakan seadanya, namun seakan lolos dari pantauan Inspektorat Muba.

“Penerima bantuan dalam bentuk tunai hanya menerima Rp13-15 juta. Sementara yang menerima rumah sudah jadi kualitas bangunan maupun material yang digunakan jika dihitung harga pasaran paling berkisar antara Rp10-Rp12 juta,”Kata Idham Zulfikri selaku koordinator LSM PP Sumsel. Fikri memaparkan, kalau pagu angaran kegiatan tersebut sebesar Rp 33 juta untuk satu unit rumah dan satu desa terdapat tiga orang kepala keluarga yang mendapatkan bantuan dengan total alokasi anggaran Rp 99 juta untuk tiga rumah. Terkait dugaan penyimpangan kegiatan, tim menemukan pada sembilan desa yang melaksanakan kegiatan tersebut.

” Fisik bangunan menggunakan material kayu racuk kelas tiga dengan ukuran 4×6 meter yang kalau dihitung nilai nya paling kisaran 10-12 juta sementara pagu nya 33 juta/umit. Seharusnya kontruksi mengunakan batubata atau sejenis batako yang telah diplester minimal bagian depan, ,”Ungkapnya. Dijelaskan Fikri, berdasarkan audit internal tim dan mengacu pada harga pasaran kontruksi fisik bangunan yang terpasang rata rata berkisar -+ Rp 12 juta.  Artinya terdapat selisih atau Mark up yang cukup besar pada kegiatan ini. Hal ini patut disayangkan karena diduga meraup keuntungan lebih dari 50 persen untuk setiap unitnya.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed