oleh

Di Bukit Pendape Masih Ada Petani Aren

Muba, jurnalsumatra.com –  Mengambil manis atau gula dari pohon aren adalah tradisi peninggalan yang sudah berlangsung sejak dahulu kala, kalau dalam bahasa Sekayu nya Nyadap Enau.

Hanya saja para generasi muda sekarang ini, khususnya di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) kurang meminati tradisi tersebut. Ditambah lagi pohon aren banyak ditebang, sehingga banyak masyarakat yang tidak memahami cara mengambil/menyadap pohon Aren.

Maka dari itu, bagi anda yang akan berwisata ke Bukit Pendape Lestari tepatnya didusun Jebang desa Keramat Jaya kecamatan Sungai Keruh Kabupaten Muba, tak ada salahnya jika ingin mengunjungi para pengrajin pohon aren karena didesa ini masih ada warga yang melestarikan tradisi peninggalan leluhur kita itu.

Seperti diketahui, proses pengambilan /penyadapan gula aren yang dilakukan cukup unik lantaran masih kental dengan adat tradisional bahkan masih terdapat unsur mistis yang masih dipercayai oleh warga setempat.

Kepada awak media Herman (52), salah seorang pengrajin gula aren mengaku berkenan menerima siapa saja yang berkunjung ke wisata bukut pendape dipersilahkan untuk melihat secara langsung proses penyadapan/pengambilan gula dari pohon aren.

Herman juga menjelaskan, bahwa gula aren atau manes (enaw) merupakan salah satu produk hasil kebun rakyat, diolah menjadi pemanis alami yang dihasilkan oleh pemekatan nira aren (enau) yang secara tradisional melalui pemanasan atau dimasak. Proses pemasakannya sendiri biasanya berlangsung beberapa jam, hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kadar air yang terkandung di dalamnya. Setelah dimasak atau dipanaskan, kemudian dimasukan ke dalam cetakan hingga menjadi dingin dan mengeras sehingga jadilah gula aren atau manes enau.

Berbeda dari produksi gula aren pada umumnya, Herman mengatakan proses pembuatan gula aren atau yang dikenal dengan sebutan gula batok di desanya itu masih terbilang tradisional.

“Pertama-tama, sebelum mengambil air dari pohon aren (enau) selama 14 hari atau lebih dalam sebulan dilakukan proses pemukulan dengan irama tertentu. Setelah dipukul, kemudian lengan-lengan pohon aren diayun hingga lentur. Proses ini dilakukan dengan tata cara adat petani aren, yang tidak sembarang dilakukan,”Ungkapnya.

Setelah itu, lanjut dia, bunga atau tandannya dipotong. Dilanjutkan dengan mengelap air yang keluar dari batang sebanyak tiga kali. Hal itu dilakukan untuk melihat apakah air pohon enau atau aren itu banyak atau tidak.

“Setelah dipotong lengannya, didiamkan minimal selama dua hari dan setelah itu diperiksa sebanyak apa sagunya. Dalam proses pengambilan air, petani aren akan menyanyikan sebuah lagu, yang disebut ‘ sebagai adat’,”Jelas dia.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed