Pada 21-22 Februari, pelemahan konveksi di barat Indonesia dipengaruhi oleh vorteks Borneo. Pada 23-26 Februari, siklon tropis secara dominan mengontrol konveksi skala meso yang tidak menimbulkan konvergensi skala luas dan persisten di darat melainkan di laut. Pertumbuhan awan di sekitar Lampung, Selat Sunda, dan Jakarta pada periode ini lebih banyak dikontrol oleh sistem skala besar yang berasal dari aktivitas siklon tropis. Dengan demikian, operasi TMC yang dilakukan selama periode tersebut menjadi tidak efektif.
“Melihat hal tersebut, penting dilakukan kajian kembali terkait penggunaan TMC. Utamanya dikarenakan belum adanya bukti saintifik bahwa teknologi tersebut aman dan efektif,” ujar Erma.
Selain itu, kata dia, dampak terhadap lingkungan belum diketahui dengan jelas, sehingga sebaiknya perlu dilakukan verifikasi komposisi kimia air hujan hasil operasi TMC.
“Hal paling penting untuk segera dilakukan adalah membangun kerja sama penelitian bencana hidrometeorologis. Melalui kerja sama tersebut, informasi dan data-data penting yang diperlukan untuk mitigasi bencana hidrometeorologis akan lebih mudah didapat, sehingga keputusan perlu atau tidaknya TMC dilakukan melalui pembahasan bersama-sama,” ujar dia.(anjas)
Komentar