oleh

Wanti-wanti KPK agar kepala daerah hindari korupsi

Kemudian penguatan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), manajemen Aparatur Sipil Negra (ASN), optimalisasi pendapatan daerah, manajemen aset daerah, dan tata kelola dana desa.

Modus korupsi
Delapan area intervensi tersebut dipetakan berdasarkan pengalaman KPK dalam menangani tindak pidana korupsi dan merupakan titik rawan korupsi yang kerap dilakukan kepala daerah.

Beberapa modus korupsi yang dilakukan kepala daerah tersebut antara lain terkait belanja daerah yang meliputi pengadaan barang dan jasa, pengelolaan kas daerah, hibah dan bantuan sosial (bansos), pengelolaan aset hingga penempatan modal pemda di Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau pihak ketiga.

Selanjutnya, korupsi pada sektor penerimaan daerah mulai dari pajak dan retribusi daerah maupun pendapatan daerah dari pusat, korupsi di sektor perizinan mulai dari pemberian rekomendasi hingga penerbitan perizinan, dan benturan kepentingan serta penyalahgunaan wewenang dalam proses lelang jabatan, rotasi, mutasi, dan promosi ASN di lingkungan pemerintahannya.

KPK pun mengharapkan para kepala daerah tidak lagi mengulang praktik korupsi tersebut.

Berdasarkan catatan KPK, hingga Februari 2021 KPK telah menetapkan 126 kepala daerah sebagai tersangka yang terdiri dari 110 bupati/wali kota dan wakilnya serta 16 gubernur.

Jumlah itu belum termasuk Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah (NA) yang diumumkan sebagai tersangka pada 28 Februari 2021 karena diduga terlibat dalam kasus suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa, perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemprov Sulsel Tahun Anggaran 2020-2021.

Ia ditetapkan sebagai tersangka bersama Edy Rahmat (ER) selaku Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Provinsi Sulsel atau orang kepercayaan Nurdin dan Agung Sucipto (AS) selaku kontraktor/Direktur PT Agung Perdana Bulukumba (APB).

Nurdin diduga menerima total Rp5,4 miliar dengan rincian pada 26 Februari 2021 menerima Rp2 miliar yang diserahkan melalui Edy dari Agung.

Selain itu, Nurdin juga diduga menerima uang dari kontraktor lain diantaranya pada akhir 2020 Nurdin menerima uang sebesar Rp200 juta, pertengahan Februari 2021 Nurdin melalui ajudannya bernama Samsul Bahri menerima uang Rp1 miliar, dan awal Februari 2021 Nurdin melalui Samsul Bahri menerima uang Rp2,2 miliar.

Belajar dari kasus Nurdin tersebut, KPK mendalami dugaan korupsi yang dilakukannya untuk membayar utang dana kampanye.

“Biar itu menjadi tugas penyidik untuk mendalami uang itu untuk apa saja, apakah misalnya lari karena biaya kampanyenya sangat besar dia dapat sponsor dari pengusaha lokal setempat,” ucap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed