Massa dari kelompok nelayan trawl tersebut kemudian melanjutkan unjuk rasanya di depan Markas Polda Bengkulu.
Wakil Direktur Reskrimum Polda Bengkulu, AKBP Andjas Andi Permana, memastikan penegakan hukum terhadap kasus konflik pukat harimau ini tidak berat sebelah dan dilakukan secara profesional.
Ia menyatakan, mereka menemukan beberapa kendala dalam menentukan tersangka kasus penganiayaan terhadap empat orang nelayan pukat harimau, sebab korban sendiri tidak bisa menunjukkan siapa yang melakukan penganiayaan meski sudah ditunjukkan beberapa foto dan video terduga pelaku.
Penggunaan alat tangkap pukat harimau dilarang oleh peraturan perundang-undangan karena dianggap tidak ramah lingkungan dan merusak ekosistem laut yang salah satunya menyebabkan ikan-ikan kecil ikut terjaring.
Keempat terpidana penyalahgunaan alat tangkap perikanan yang divonis dua tahun penjara itu karena terbukti melanggar pasal 84 ayat 2 dan 3 atau pasal 85 jucto pasal 9 UU Nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan yang telah diubah dengan UU Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja dengan ancaman pidana lebih dari 6 tahun penjara.
Ganti alat tangkap
Penjabat Gubernur Bengkulu, Robert Simbolon, menyebut dia telah mendapatkan laporan terkait konflik antara nelayan tradisional dan nelayan pukat harimau di daerah itu.
Ia memastikan pemerintah Provinsi Bengkulu akan mengambil kebijakan untuk menyelesaikan persoalan itu, namun dia tak mau gegabah dan akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan pemangku kebijakan lainnya.
“Kami akan petakan dulu persisnya persoalan ini seperti apa. Kami tidak mau gegabah karena ada beberapa aspek itu di luar kewenangan Pemprov,” ucapnya.
Ia akan berkoordinasi dengan pemerintah pusat terutama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk mencari solusi penyelesaian konflik antara dua kelompok nelayan di Bengkulu.
Salah satu bentuk penyelesaian masalah adalah dengan meminta bantuan alat tangkap ke KKP sebagai ganti alat tangkap pukat harimau yang selama ini banyak digunakan nelayan di Bengkulu.
Opsi ini sebenarnya sudah muncul sejak beberapa tahun lalu, namun belum terealisasi. Simbolon menyebut akan mendorong KKP agar mau memberikan bantuan alat tangkap sebagai pengganti pukat harimau.
Sementara itu, anggota Komisi I DPRD Provinsi Bengkulu, Jonaidi, mendukung upaya pemerintah Provinsi Bengkulu segera menyelesaikan konflik kedua kelompok nelayan dengan mengganti alat tangkap yang selama ini digunakan.
Menurut Jonaidi, konflik itu terus berlarut-larut karena pemerintah kurang tegas, terutama soal pengawasan penggunaan alat tangkap dan pembagian zonasi penangkapan ikan.
Komentar