Setelah peristiwa pengrusakan sejumlah fasilitas milik PN Bengkulu oleh sekelompok nelayan tradisional yang tak terima tuntutan jaksa dari Kejaksaan Negeri Bengkulu yang dinilai terlalu rendah dan tidak memenuhi rasa keadilan pada Selasa (16/02) lalu, PN Bengkulu mempercepat rangkaian persidangan.
Sidang dengan agenda mendengarkan pembelaan atau pledoi dari empat orang terdakwa seharusnya digelar pekan lalu, namun ditunda dan dilaksanakan Selasa (22/02) yang kemudian dilanjutkan dengan agenda pembacaan putusan di hari yang sama.
Majelis hakim menghukum empat orang nelayan pengguna alat tangkap pukat harimau atau trawl yang melaut di perairan Bengkulu selama dua tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan.
Keempat terdakwa, yaitu Muhammad Aris dan Warsimin, selaku nahkoda KM Bina Bersatu serta Rustam dan Mulyadi nahkoda sekaligus pemilik kapal itu terbukti bersalah melanggar ketentuan UU Perikanan.
Di luar gedung PN Bengkulu, ratusan nelayan dari dua kelompok bersiaga mengawal jalannya persidangan. Kelompok nelayan pukat harimau tertahan di sekitar kawasan Simpang Skip atau berjarak sekitar 300 meter dari gedung PN Bengkulu. Sedangkan nelayan tradisional tertahan di sekitar kawasan tugu Fatmawati Soekarno di Simpang Lima Ratu Samban.
Putusan hakim itu lebih tinggi 14 bulan dibanding dengan tuntutan jaksa yang menuntut terdakwa dihukum 10 bulan penjara. Namun baik jaksa dan keempat terdakwa menyatakan pikir-pikir terhadap putusan tersebut apakah akan melakukan upaya hukum selanjutnya banding atau tidak.
Nelayan trawl tuntut keadilan
Sekitar seratusan nelayan trawl yang berunjuk rasa sambil mengawal jalannya sidang putusan empat rekan mereka yang dinyatakan bersalah menggunakan alat tangkap pukat harimau itu membawa empat tuntutan.
Tidak hanya nelayan, para isteri dari nelayan pukat harimau ini juga ikut berunjuk rasa dengan membentangkan beberapa poster berisi protes terhadap penegakkan hukum terkait penggunaan alat tangkap pukat harimau.
Mereka meminta polisi menangkap pelaku penganiayaan terhadap empat orang rekan mereka saat pertikaian antara nelayan tradisional dan nelayan pukat harimau di Kabupaten Bengkulu Utara pada akhir tahun lalu.
Selain itu, mereka meminta pengadilan melepaskan keempat orang terdakwa dan meminta pemerintah membebaskan mereka mencari rezeki di laut.
“Kalau hukum bisa ditegakkan terhadap empat rekan kami, lalu mengapa pelaku penganiayaan terhadap empat rekan kami tidak ditangkap dan diproses hukum,” kata salah satu massa.
Komentar