oleh

Disbud  Palembang Usulkan Makan Idangan Sebagai WBTb

“Setelah semuanya tersusun, maka selanjutnya peletakan piring sebanyak delapan buah yang di letakkan di sudut. Yang orang yang paling dekat dengan piring yang akan mengambilkan piring dan mengoper kepada tamu yang lainnya,” katanya. Sebelum makan petugas akan berkeliling membawa ceret air dan wadah sisa air bilasan untuk para tamu mencuci tangan sebelum makan. Dan air minum diletakkan ditengah-tengah, jika dulu menggunakan cangkir atau gelas maka sekarang agar lebih praktis menggunakan air mineral gelas.

Dalam budaya ngidang ada syarat penataan makanan yang dilakukan secara silang, yakni lauk harus berdampingan dengan pulur. Hal tersebut dilakukan agar tata krama para tamu saat bersantap terjaga. Dengan syarat itu, artinya tamu tidak perlu menggerakkan tangan terlalu jauh untuk menjangkau piring lauk.  Ini juga menurutnya sesuai syariat Islam yang mengajarkan tamu untuk menjaga perilakunya. Kegiatan ini juga disebut dengan besaji yaitu menghidangkan makanan dan beringkes atau merapikan semua kebutuhan. Dengan cara seperti ini juga akan menciptakan suasana yang penuh dengan keakraban dan kekeluargaan.

Sebanyak delapan orang duduk bersila dengan membentuk lingkaran saling berhadapan. Mereka siap menyantap nasi dengan beragam lauk pauknya yang berada di  tengah-tengah. Menurutnya inilai nilai positif dari tradisi ngidang yang dapat menjalin komunikasi tanpa memperhatikan status sosial dan semuanya rata duduk bersila. “ Terakhir selesai makan, ada peserta makan yang membuka kunci, sambil mengucapkan Assalamualaikum dan terima kasih, sambil keluar lebih dahulu, biasanya yg membuka kunci ini posisinya  hidangannya deket pintu,” katanya.(udy)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed